Banda Aceh (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Bireuen, Provinsi Aceh, menghentikan penuntutan terhadap dua perkara berdasarkan restorative justice atau keadilan restoratif setelah para pelaku dan korban berdamai.
Kepala Kejari Bireuen Munawal Hadi di Banda Aceh, Selasa, mengatakan penghentian penuntutan dua perkara tersebut setelah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menyetujuinya.
"Ada dua perkara yang penuntutannya dihentikan setelah Jampidum menyetujuinya. Keduanya merupakan perkara penganiayaan," kata Munawal Hadi menyebutkan.
Ia menyebutkan perkara penganiayaan pertama dengan tersangka berinisial N dan korban F. Tersangka N dikenakan melanggar Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
"Sedangkan perkara penganiayaan kedua dengan tersangka berinisial ZA dan korban A. Keduanya merupakan adik dan abang ipar. Tersangka ZA dikenakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP," katanya.
Sebelumnya, kata Munawal Hadi, tersangka dan korban menyatakan berdamai setelah melalui proses mediasi. Proses perdamaian tersebut dihadiri pihak keluarga serta disaksikan perangkat desa atau gampong.
Munawal menyebutkan penghentian penuntutan dua perkara tersebut secara keadilan restoratif karena para tersangka baru pertama melakukan tindak pidana. Serta, ancaman hukumannya tidak lebih dari lima tahun
"Selain itu, para tersangka mengakui kesalahannya dan telah meminta maaf kepada korban serta berjanji tidak mengulangi perbuatannya. Korban juga memaafkan tersangka serta tidak akan menuntut kembali," kata Munawal.
Selanjutnya, kata Munawal, pihaknya segera menerbitkan surat penetapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Agung RI sebagai perwujudan kepastian hukum.
"Kami juga mengimbau perkara serupa tidak terulang dan menjadi pembelajaran bagi masyarakat di Kabupaten Bireuen. Penyelesaian sebuah perkara tidak harus melalui proses peradilan atau persidangan di pengadilan," kata Munawal Hadi.
Baca juga: Kejari Bireuen limpahkan tiga perkara pidana pemilu ke pengadilan