Banda Aceh (ANTARA) - Guru SD Negeri Neuheun Aceh Besar, Yuni menyatakan bahwa penutur bahasa Aceh di kalangan generasi muda semakin berkurang, dibuktikan dengan sulitnya menemukan siswa yang mampu berkompetisi menggunakan bahasa Aceh pada lomba kebahasaan.
"Sangat sulit mencari murid yang bisa berpartisipasi dalam lomba yang menggunakan bahasa Aceh," kata Yuni, di Banda Aceh, Jumat.
Yuni mengatakan, anak-anak sekarang memang jarang menggunakan bahasa Aceh dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, ada yang tidak mampu berbahasa Aceh meskipun lahir dari kedua orang tua bersuku Aceh.
"Dari sekitar 20-22 siswa per kelas, hanya 5-10 orang yang dianggap mampu berbahasa Aceh dengan baik, dan kebanyakan yang bisa aksennya tidak kental lagi," ujarnya.
Baca juga: Bahasa Aceh dan Gayo diakui WBTB, Akademisi USK dorong pemprov buat regulasi khusus
Berdasarkan data BPS 2022, tren penggunaan bahasa daerah terus menurun di kalangan generasi. Data BPS menunjukkan penggunaan bahasa daerah pada generasi Milenial (1981-1996) mencapai 73,95 persen.
Jumlah penutur semakin turun pada Gen Z (1997-2012) sebanyak 72, 21 persen, dan terus turun Post Gen-Z atau Alpha (2013-sekarang) hingga mencapai 62,94 persen.
Yuni juga menyampaikan, meskipun sudah ada kebijakan penggunaan bahasa Aceh setiap hari Kamis, ia menilai langkah tersebut belum cukup untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam berbahasa Aceh.
"Sebagian besar anak-anak ini sebenarnya asli orang Aceh. Namun, peran orang tua sangat penting. Banyak orang tua lebih sering menggunakan bahasa Indonesia di rumah, sehingga anak-anak kurang terbiasa dengan bahasa Aceh," katanya.
Kata dia, bahasa Aceh seharusnya tetap diperkenalkan sebagai bahasa ibu untuk mencegah kepunahan. Karena itu, diharapkan ada upaya lebih dari sekadar kebijakan oleh pemerintah satu hari penggunaan bahasa Aceh di sekolah.
Senada dengan Yuni, Guru SD Negeri Keude Batee di Pidie, Rosdiana mengungkapkan banyak siswa sekolah di daerahnya yang mulai menggunakan bahasa Indonesia itu imbas dari penggunaan media sosial.
"Pelan-pelan mereka berbicara sudah campur dengan bahasa Indonesia karena pengaruh Tiktok dan Instagram," katanya.
Meski demikian, dirinya tetap mempertahankan bahasa Aceh ketika berinteraksi atau belajar-mengajar di sekolah SD Negeri Keude Batee.
"Anak-anak di sekolah di gampong kami alhamdulillah masih lancar berbahasa Aceh, tetapi kalau di gampong lain sudah berkurang," demikian Rosdiana.
Baca juga: BBPA: 24 delegasi Aceh siap tampilkan kebudayaan lokal di FTBIN