Langsa (Antaranews Aceh) - Segenap rakyat Indonesia sedang bersuka cita. Perayaan hari kemerdekaan ke-78 tahun, baru saja berlangsung. Makna merdeka yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus, merupakan esensi dari pengorbanan dan perjuangan para pendiri bangsa.
Sejatinya, kemerdekaan adalah bebas menentukan nasib sendiri sebagai bangsa yang tidak terjajah, berdaulat dan mandiri dalam menjalankan kehidupan bernegara. Lantas, mengisi kemerdekaan dengan pembangunan merupakan tugas generasi penerus.
Semarak perayaan hari kemerdekaan bergema diseluruh pelosok negeri. Tidak hanya upacara peringatan detik-detik proklamasi, sejumlah kegiatan lain juga terlaksana. Semisal, karnaval, pawai ala goris, kirab budaya dan banyak lagi hiburan rakyat lainnya yang terselenggara. Tujuan akhirnya adalah memupuk semangat nasionalisme.
Selain perayaan kemerdekaan. Merdeka itu sendiri tentu memiliki makna tersendiri bagi segenap warga bangsa. Termasuk pada lini profesi yang ditekuni masing-masing individu masyarakat.
Pada kesempatan ini, aceh.antaranews.com mencoba menggali makna kemerdekaan dari salah seorang masyarakat Kota Langsa, Provinsi Aceh, Sabtu (18/8).
"Merdeka itu bukan hanya terbebas dari belenggu penjajah. Lebih dari itu, merdeka adalah kemandirian jiwa dalam menyongsong masa depan yang lebih baik," ujar Suhela Herawaty SH.
Hera--begitu sapaan akrabnya--menyebut merdeka secara kekinian adalah tentang pribadi yang tidak tertindas, perasaan yang bebas. Tidak ada intervensi dalam bertindak, berfikir poositif dan mampu mengisi kemerdekaan dengan kerja nyata untuk pertiwi tercinta.
Wanita yang berprofesi sebagai advokat ini menuturkan pengalamannya saat menanggani sebuah perkara pembuhunan. Dimana, pelakunya adalah anak laki-laki dibawah umur.
"Suatu hari saya menanggani kasus pembunuhan di Langsa. Pelakunya seorang anak yang tidak mendapat kasih sayang dari orangtuanya. Ia hidup mandiri, ditempa dialam bebas, bekerja serabutan meski usianya tak pantas bekerja sekeras itu," sebut Hera.
Ia melanjutkan, si pelaku tega membunuh lantaran sakit hati. Targetnya kakak si korban. Namun, tikamannya meleset sehingga korbanlah yang terbunuh. Sakit hati karena kakak korban mencemooh ayahnya. Pelaku akan menerima bila dirinya dihina, tapi ia tak terima bila ayahnya dicaci maki.
Kasus ini mengajarkan kita tentang suatu nilai merdeka yang tak pernah dirasakan si pelaku.
Sejak kecil, dia sudah merasakan kerasnya pertarungan hidup. Usia sepertinya seharusnya masih mengenyam pendidikan. Namun apa lacur, pelaku harus bertarung untuk bisa bertahan hidup. Kemudian, ada pertarungan harga diri yang begitu besar.
"Ini belum merdeka namanya. Merdeka harus berkeadilan dan pelaku adalah korban dari orang dewasa yang tidak memberikan kasih sayang yang seutuhnya," jelas pemilik kantor pengacara Suhela Herawaty SH & Rekan, ini.
Dikatakannya, merdeka dalam arti luas adalah mencakup seluruh aspek kehidupan. Tercukupinya kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Demikian pula terhadap hak-hak anak meliputi kasih sayang, perhatian utuh, pendidikan dan kesempatan mengembangkan bakat serta minatnya.
Selain bergerak sebagai lawyer, Hera juga mengurus Langsa Sepatu Roda (Laser) Club. Dimana, ia bertindak sebagai ketua harian. Di cabang olahraga ini, dia membina sejumlah atlet muda berbakat yang telah malang-melintang diberbagai kejuaraan daerah dan nasional.
Keikutsertaannya mengurus club tersebut tidak terlepas dari kepeduliannya terhadap pembentukan karakter anak atau remaja. Dimana, ia menilai melalui olahraga dapat membina genarasi muda yang merdeka. Dalam arti, bebas dari tekanan, bersaing secara fair, berjiwa ksatria dan menghargai suatu proses.
"Di club kita tekanankan pada atlet untuk melakukan yang terbaik dengan tidak menabrak norma atau aturan dari sebuah permainan sepatu roda. Kalah atau menang hal biasa. Terpenting, bagaimana melalui prosesnya," papar Suhela.
Terakir, Hera mengucapkan dirgahayu Republik Indonesia ke-73 tahun. Semoga terus berjaya.
Merdeka dalam persepsi Suhela Herawaty
Minggu, 19 Agustus 2018 17:02 WIB