Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh menahan dua dugaan dugaan tindak pidana korupsi program peremajaan sawit rakyat (PRS) dengan anggaran Rp75,6 miliar lebih di Kabupaten Aceh Barat.
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Deddy Taufik di Banda Aceh , Rabu, menyebut kedua tersangka yakni berinisial SM, mantan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, dan ZA, mantan Ketua Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare.
"Kedua tersangka ditahan di Rutan Kelas IIB Banda Aceh selama 20 hari ke depan. Alasan tersingkir untuk mencegah kedua pengeboman melarikan diri, mencegah pengrusakan maupun penghilangan barang bukti, dan lainnya yang diatur dalam KUHAP," kata Deddy Taufik.
Baca juga: Kejati Aceh lengkapi berkas perkara korupsi program sawit rakyat Rp75,6 miliar
Sebelum ditahan, memanggil dan memeriksa kedua tersangka. Pemeriksaan guna melengkapi berkas perkara. Penahanan juga untuk memudahkan penyidik melakukan pemeriksaan berikutnya.
Gugatan kedua disangkakan secara primer dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kedua tersangka juga disangkakan secara subsidair dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” katanya.
Deddy Taufik memaparkan kronologi perkara berawal ketika Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare mengajukan proposal dana PSR di Kabupaten Aceh Barat pada 2017. Sedangkan jumlah petani program PSR yang diajukan sebanyak 1.207 orang dengan izin mencapai 2.831 hektare.
“Program PSR diajukan kepada Badan Pengelola Dana Peremajaan Sawit melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat. Program dilaksanakan 10 tahapan dalam rentang waktu 2018 hingga 2020 dengan total anggaran Rp75,6 miliar lebih,” kata Deddy Taufik.
Namun, berdasarkan laporan rekomendasi dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala menggunakan citra satelit serta pemeriksaan lapangan tim penyidik Kejati Aceh, sebagian izin yang diusulkan menerima program PSR masih dalam kondisi hutan dan tidak pernah ditanami tanaman sawit.
“Padahal, syarat untuk mendapatkan dana program PSR yakni lahan dengan tanaman sawit yang berusia 25 tahun serta produktivitasnya di bawah 10 ton per hektare. Namun, kenyataannya lahan yang tersisa masih kawasan hutan,” kata Deddy Taufik.
Selain hutan, lahan yang diajukan juga masih semak belukar, serta lahan kosong yang belum ditanami. Kemudian, lahan perkebunan sawit dari perusahaan hak guna usaha (HGU) juga diajukan sebagai penerima program PSR.
"Akibat pengelolaan dana PSR yang tidak sesuai persyaratan program peremajaan kelapa sawit mengakibatkan terjadinya potensi kerugian ke negara-negara yang diduga melibatkan kedua tersangka," ujar Deddy Taufik.
Baca juga: Kejati Aceh periksa 150 saksi kasus dugaan korupsi peremajaan sawit
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Seksi Penerangan Hukum dan Humas Kejati Aceh Deddy Taufik di Banda Aceh , Rabu, menyebut kedua tersangka yakni berinisial SM, mantan Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat, dan ZA, mantan Ketua Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare.
"Kedua tersangka ditahan di Rutan Kelas IIB Banda Aceh selama 20 hari ke depan. Alasan tersingkir untuk mencegah kedua pengeboman melarikan diri, mencegah pengrusakan maupun penghilangan barang bukti, dan lainnya yang diatur dalam KUHAP," kata Deddy Taufik.
Baca juga: Kejati Aceh lengkapi berkas perkara korupsi program sawit rakyat Rp75,6 miliar
Sebelum ditahan, memanggil dan memeriksa kedua tersangka. Pemeriksaan guna melengkapi berkas perkara. Penahanan juga untuk memudahkan penyidik melakukan pemeriksaan berikutnya.
Gugatan kedua disangkakan secara primer dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Kedua tersangka juga disangkakan secara subsidair dengan Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” katanya.
Deddy Taufik memaparkan kronologi perkara berawal ketika Koperasi Produsen Mandiri Jaya Beusare mengajukan proposal dana PSR di Kabupaten Aceh Barat pada 2017. Sedangkan jumlah petani program PSR yang diajukan sebanyak 1.207 orang dengan izin mencapai 2.831 hektare.
“Program PSR diajukan kepada Badan Pengelola Dana Peremajaan Sawit melalui Dinas Perkebunan Kabupaten Aceh Barat. Program dilaksanakan 10 tahapan dalam rentang waktu 2018 hingga 2020 dengan total anggaran Rp75,6 miliar lebih,” kata Deddy Taufik.
Namun, berdasarkan laporan rekomendasi dari Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala menggunakan citra satelit serta pemeriksaan lapangan tim penyidik Kejati Aceh, sebagian izin yang diusulkan menerima program PSR masih dalam kondisi hutan dan tidak pernah ditanami tanaman sawit.
“Padahal, syarat untuk mendapatkan dana program PSR yakni lahan dengan tanaman sawit yang berusia 25 tahun serta produktivitasnya di bawah 10 ton per hektare. Namun, kenyataannya lahan yang tersisa masih kawasan hutan,” kata Deddy Taufik.
Selain hutan, lahan yang diajukan juga masih semak belukar, serta lahan kosong yang belum ditanami. Kemudian, lahan perkebunan sawit dari perusahaan hak guna usaha (HGU) juga diajukan sebagai penerima program PSR.
"Akibat pengelolaan dana PSR yang tidak sesuai persyaratan program peremajaan kelapa sawit mengakibatkan terjadinya potensi kerugian ke negara-negara yang diduga melibatkan kedua tersangka," ujar Deddy Taufik.
Baca juga: Kejati Aceh periksa 150 saksi kasus dugaan korupsi peremajaan sawit
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2023