Takengon (ANTARA) - Ketua Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Sayed Fakhrurrazi menyatakan saat ini sekitar 2.000 hektare dari total kebutuhan 60.000 hektare lahan sudah tersedia untuk mantan korban konflik di Aceh.
Lahan tersebut sebagai upaya pemerintah untuk memulihkan seluruh korban konflik di Aceh, guna meningkatkan ekonomi di sektor pertanian, perkebunan dan palawija.
“Dari total kebutuhan lahan sekitar 60.000 hektare, yang sudah tersedia sekitar 2.000 hektare lebih,” kata Sayed Fakhrurrazi di Takengon Ibu Kota Kabupaten Aceh Tengah, Ahad.
Menurutnya, lahan tersebut nantinya diperuntukkan bagi seluruh mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), tahanan politik atau narapidana politik, serta masyarakat yang menjadi korban konflik.
Untuk saat ini, kata dia, lahan yang sudah tersedia tersebut masing-masing tersebar di Kabupaten Aceh Utara seluas 1.500 hektare dengan total sertifikat tanah yang sudah diselesaikan sebanyak 824 buah.
Sedangkan di Kabupaten Pidie Jaya Aceh, kata dia, luas lahan yang sudah tersedia diatas 500 hektare dengan jumlah penerima manfaat yang akan menerima tanah tersebut sebanyak 755 orang (755 sertifikat).
Sayed Fakhrurrazi menegaskan, penyediaan lahan bagi mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), tahanan politi atau narapidana politik, serta masyarakat korban konflik, sebagai realisasi butir MoU Helsini pada tahun 2005 lalu di Finlandia.
Di dalam butir perjanjian tersebut, kata dia, bahwa Pemerintah Republik Indonesia melalui Pemerintah Aceh akan menyediakan lahan dan dana secukupnya, kepada mantan GAM, tapol/napol dan masyarakat terimbas konflik.
Selain itu, kata dia, penyediaan lahan tersebut juga sesuai dengan Qanun (Perda) Aceh Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
BRA: 2.000 hektare lahan sudah tersedia untuk mantan GAM dan korban konflik di Aceh
Minggu, 28 Maret 2021 21:54 WIB