Banda Aceh (ANTARA) - Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) optimistis Aceh dapat menekan angka prevalensi anak lahir dalam keadaan kerdil (stunting) yang masih tergolong tinggi di provinsi paling barat Indonesia itu.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto, Rabu, mengatakan prevalensi stunting di wilayah Aceh mencapai 33,2 persen pada 2021, sehingga Aceh menjadi salah satu provinsi dengan angka prevalensi stunting yang cukup tinggi di Indonesia.
“Aceh merupakan tujuh provinsi dengan prevalensi tinggi untuk stunting dan Aceh punya kemampuan untuk bisa menyelesaikan itu,” kata Agus di sela-sela sosialisasi BKKBN terkait program RAN Pasti di Banda Aceh, Selasa.
Berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, terdapat 13 kabupaten/kota di Aceh dengan kategori merah yang memiliki prevalensi stunting tinggi.
Status merah merupakan wilayah yang memiliki prevalensi stunting di atas kisaran 30 persen. Di Aceh, Kabupaten Gayo Lues, Subulussalam dan Bener Meriah mempunyai prevalensi di atas angka 40 persen.
Bahkan Gayo Lues dengan prevalensi 42,9 persen yang berada di urutan ke tujuh tertinggi tingkat nasional. Kemudian baru Pidie, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Jaya, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Besar serta Aceh Tamiang.
Sementara 10 daerah lainnya berstatus kuning yakni prevalensi 20-30 persen, meliputi Aceh Singkil, Pidie Jaya, Aceh Barat, Kota Lhokseumawe, Aceh Selatan, Simeulue, Kota Langsa, Bireuen, Kota Sabang serta Kota Banda Aceh.
Oleh karena itu, menurut Agus, program RAN Pasti memberi acuan bagi pemerintah pusat maupun daerah berupa langkah konkret yang harus dilakukan secara konvergen, holistik, integratif dan berkualitas dalam percepatan penurunan stunting.
Tentunya, lanjut dia, Aceh harus melakukan konvergensi semua kegiatan secara kolaborasi dalam upaya menekan angka prevalensi stunting di wilayah Tanah Rencong itu.
“Komitmen pimpinannya saya sudah lihat bagus, sumber daya juga ada, konvergensi ada, maka sekarang tinggal niat untuk mengimplementasikan,” kata Agus.
Dalam artian, kata Agus, bagaimana semua desa bisa secara bersama-sama melaksanakan dan memberi perhatian yang kuat terhadap keluarga-keluarga yang berisiko melahirkan anak-anak stunting.
“Dari segi anggaran dari pemerintah pusat segi fisik dan non fisik itu sudah ada semua, sampai rapat koordinasi di tingkat desa setiap bulan ada anggarannya. Saya kira Aceh punya potensi yang besar untuk menyelesaikan ini,” katanya.