Perserikatan Bangsa-Bangsa (ANTARA) - Operasi ketiga sedang dijalankan untuk mengevakuasi para warga sipil dari Kota Mariupol dan pabrik baja Azovstal yang terkepung di Ukraina, kata Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, Kamis.
PBB dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) sejauh ini sudah membantu hampir 500 warga sipil keluar dari wilayah tersebut melalui dua operasi yang berlangsung pekan lalu.
Saat berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB, Guterres menolak memberikan keterangan terperinci soal operasi baru itu "supaya tidak menghalangi kemungkinan keberhasilan."
"Saya berharap koordinasi yang berkelanjutan dengan Moskow dan Kiev akan mengarah pada upaya membuka kemungkinan warga sipil bisa keluar secara aman dari medan pertempuran serta penyaluran bantuan bagi orang-orang yang sangat membutuhkan," katanya kepada Dewan beranggotakan 15 negara itu.
Sejak Rusia menyerbu Ukraina pada 24 Februari, Amerika Serikat dan negara-negara sekutu telah memukul balik dengan menjatuhkan serentetan sanksi berat terhadap Rusia.
Moskow sendiri menyebut invasi ke negara tetangganya itu sebagai "operasi militer khusus".
Rusia, sementara itu, menuding negara-negara Barat mengobarkan Perang Dunia ekonomi.
"Seolah-olah Anda menanti-nantikan momen ini untuk melancarkan tekanan terhadap Rusia," kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia dalam sidang Dewan Keamanan.
"Kalau kita bicara soal Perang Dunia, tanpa diragukan perang itu saat ini sedang dikobarkan di tingkat ekonomi," kata Nebenzia.
Dubes AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfild menuduh Rusia berbohong kepada Dewan Keamanan.
"Rusia sendiri yang memulai perang ini dan Rusia sendiri yang bisa mengakhirinya. Hentikan penggunaan senjata, keluar dari wilayah Ukraina, dan lakukan diplomasi," katanya.
Guterres juga memperingatkan bahwa perang di Ukraina menyebabkan dunia semakin tertekan.
Ia mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa dirinya siap memfasilitasi pembicaraan tentang "menyatukan kembali kemampuan produksi pertanian Ukraina serta produksi makanan dan pupuk Rusia dan Belarus menuju pasar dunia, kendati ada perang."
Sumber: Reuters