Kapolres Aceh Selatan AKBP Achmadi melalui Kasat Reskrim Iptu Darmawanto kepada wartawan di Tapaktuan, Selasa membenarkan bahwa pihaknya telah meningkatkan pengusutan kasus dugaan korupsi tersebut ke tahap penyidikan.
"Untuk penetapan tersangkanya kami harus melakukan evaluasi dan gelar perkara kembali. Kami tidak boleh terburu-buru atau gegabah dalam menetapkan tersangka dalam kasus ini. Penetapan tersangka nantinya benar-benar orang yang tepat harus bertanggungjawab dalam kasus tersebut," kata Darmawanto.
Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Aceh, kasus dugaan korupsi dengan cara penggelembungan (mark up) harga pengadaan tanah terminal tersebut diperkirakan merugikan keuangan negara sebesar Rp582 juta.
Keterangan yang dihimpun menyebutkan, pengusutan kasus tersebut telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Meskipun belum ditetapkan tersangkanya, namun sejumlah saksi yang terdiri dari pejabat dan mantan pejabat teras Pemkab Aceh Selatan yang duduk dalam tim 9 pengadaan tanah termasuk masyarakat pemilik tanah telah diperiksa secara intensif sejak tahun 2015.
Meskipun demikian, pihaknya berjanji dalam waktu dekat ini segera akan menetapkan tersangka dalam kasus tersebut, sehingga berkasnya bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Tapaktuan.
"Kalau bisa lebih cepat kan lebih baik. Pokoknya setelah selesai kami evaluasi dan gelar perkara satu kali lagi, maka tersangkanya langsung ditetapkan,¿ tegasnya.
Menurut Darmawanto, kasus dugaan korupsi tersebut telah mulai dilakukan penyelidikan sejak tahun 2014 lalu. Setelah selesai dilakukan ekspos (gelar) perkara di Polda Aceh, akhirnya kasus itu diputuskan untuk dinaikkan ke tahap penyidikan pada bulan Oktober tahun 2015.
Lebih lanjut dia menjelaskan, pengadaan tanah untuk pembangunan Terminal Tipe C Labuhanhaji yang dilakukan oleh Bagian Pemerintahan Setdakab Aceh Selatan, berlangsung dalam dua tahap. Untuk tahap pertama pada tahun 2010 dibebaskan tanah seluas 9.000 meter lebih dan selanjutnya tahap dua pada tahun 2011 seluas 8.000 meter lebih sehingga totalnya berjumlah 17.477 meter.
"Harga tanah tersebut dibayar mencapai Rp69.000/meter. Padahal berdasarkan ganti rugi Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) pengadaan tanah sesuai Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI Nomor 3 Tahun 2007, harga tanah tersebut seharusnya sebesar Rp 20.000/meter. Disitulah dasar dugaan telah terjadinya penggelembungan (mark up) harga tanah tersebut," ungkap Darmawanto.