"Warga kemukiman Lhoknga kecewa dengan perusahan karena telah mengabaikan tuntutan atas pecemaran Krueng Balee. Kita sudah tutup sungai dan jika tuntutan tidak direaliasikan maka akan tutup paksa operasional PT LCI," kata Juru Bicara Aksi, Zulfan di Lhoknga, Selasa.
Pihaknya menilai perusahaan tersebut telah mencemari Krueng Balee (sungai) dan warga sudah beberapa kali menggelar aksi di depan PT LCI, seperti menutup aliran Krueng Balee, tapi tidak ada tanggapan serius dari PT LCI.
Dalam aksi damai yang dikawal aparat kepolisian setempat mereka turun menyampaikan orasi dan membawa spanduk dan poster berisi tuntutan kepada perusahaan yang beroprasi di daerah tersebut.
Para pengunjuk rasa juga peusijeuek (menepung tawari) Krueng Balee, disertai dengan melepas benih ikan di kawasan sungai pembuangan limbah perusahaan tersebut.
Ia mengatakan warga telah lama minta perusahaan bertanggungjawab atas tercemarnya sungai tersebut.
"Pertama sudah ada kesepakatan akan memberikan pemberdayaan pada masyarakat, termasuk memulihkan kembali sungai itu, tetapi itu tidak terlaksana," katanya.
Pihaknya menilai pencemaran yang terjadi bukanya limbah semen di aliran sungai, tapi juga polusi udara, hingga kerusakan tanah di kemukiman Lhoknga, sehingga warga mengancam menutup operasional perusahaan semen itu, jika mengabaikan tuntutan mereka.
Corporate Communications, Communications & Event Specialist PT LCI, Faraby Azwany dalam siaran tertulisnya mengatakan dalam menjalankan bisnis dan operasinya, perusahaan tersebut selalu mengedepankan tata kelola perusahaan yang baik dan mentaati peraturan hukum yang berlaku.
Ia menjelaskan seperti perusahaan semen pada umumnya, Lafarge tidak menghasilkan limbah cair dalam proses produksinya. Lafarge menggunakan air selama proses produksi, yang berfungsi untuk mendinginkan mesin.
"Jalur pembuangan air pendingin di lokasi pabrik kami adalah sesuai dengan proses produksi semen yang telah melalui kajian sesuai dengan peraturan perundangan dari pemerintah terkait yang berlaku," katanya.
Menurut dia aksi di sekitar pabrik dipicu oleh belum tercapainya sebagian kesepakatan antara perusahaan dan warga atas usulan yang disampaikan sebagai tambahan dari MoU yang masih terus berjalan.
Adapun usulan dari warga berisi delapan tuntutan, yang mana 4 poin dari 8 tuntutan tersebut telah disetujui oleh managament PT LCI.
Keempat poin yang telah disetujui tersebut adalah melakukan konservasi laut, melakukan pemberdayaan masyarakat, meningkatkan penghasilan nelayan, memprioritaskan warga kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Leupung dalam penerimaan karyawan.
Sedangkan empat poin yang belum disetujui oleh management adalah alokasi dana sebesar 1 persen dari total penjualan, pembebasan lahan pada radius 5 km, menyediakan kompensasi untuk masyarakat adat oleh karena pemakaian sungai Krueng Bale untuk pembuangan air dari pabrik dan membuat MoU khusus untuk kemukiman Lhoknga terkait 7 poin yang diminta.
Ia menambahkan PT Lafarge Cement Indonesia berdasarkan MoU yang telah disepakati terus menjalankan rangkaian program-program pemberdayaan masyarakat hingga sekarang dan usulan-usulan yang diajukan adalah merupakan tambahan.
"PT Lafarge Cement Indonesia terus berusaha untuk mencari jalan keluar dari masalah ini secara damai dan proporsional. Manajemen PT LCI menghargai kebebasan menyampaikan pendapat dari warga dan terbuka untuk terus berkomunikasi bersama dengan masyarakat dan pihak terkait," katanya.
Ia menambahkan Manajemen PT Lafarge Cement Indonesia akan terus meningkatkan berbagai upaya untuk memastikan keselamatan dan operasional yang berkelanjutan bagi seluruh karyawan, warga masyarakat sekitar, maupun para kontraktor yang terlibat dalam kegiatan operasi bisnis.