Jakarta (ANTARA) - Rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Sadari) tak hanya disarankan bagi para wanita tanpa riwayat kanker payudara, namun upaya deteksi ini juga perlu dilakukan para penyintas guna mencegah penyakitnya kambuh.
Sadari sebaiknya dilakukan tujuh hingga 10 hari setelah perempuan menstruasi agar mendapatkan hasil yang lebih akurat. Selain itu, mereka perlu menjalani mammografi setiap 6 bulan hingga 12 bulan untuk usai breast conserving surgery yang bertujuan mempertahankan payudara dengan membuang jaringan.
Selain Sadari, menurut dokter spesialis bedah di Rumah Sakit Universitas Indonesia dr. Aris Ramdhani, Sp.B., para penyintas perlu berhati-hati terhadap munculnya benjolan baru, nyeri tulang, nyeri dada, sesak, nyeri perut, dan sakit kepala menetap.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pada tahun 2020, terdapat sekitar 2,3 juta wanita yang terdiagnosis kanker payudara dan sebanyak 685.000 kematian akibat kanker payudara secara global.
Hingga akhir tahun 2020 terdapat 7,8 juta wanita yang didiagnosis menderita kanker payudara dalam 5 tahun terakhir. Kanker payudara dikatakan sebagai kanker yang paling banyak diderita di seluruh dunia.
Penyebab kanker hingga saat ini tidak diketahui secara pasti karena bersifat multifaktoral, yaitu gabungan dari berbagai faktor yang saling berhubungan. Pada kasus kanker payudara, ada beberapa faktor risiko yang berhubungan yaitu riwayat keluarga dari garis ibu menderita kanker payudara, riwayat radiasi untuk pengobatan di daerah dada, dan usia menstruasi pertama kali sangat muda.
Kemudian, usia menopause terlambat atau lama mengalami menstruasi yaitu lebih dari 30 tahun, tidak pernah mengalami kehamilan yang lengkap (full term) dan usia saat pertama kali hamil lebih dari 35 tahun.
Faktor risiko lainnya yakni tidak pernah menyusui bayi, menggunakan alat kontrasepsi hormonal pada wanita dengan risiko kanker payudara, menggunakan terapi hormonal setelah menopause dan berat badan berlebih.
“Ada faktor risiko yang tidak bisa diubah yaitu terkait riwayat keluarga dan genetik, sementara ada faktor risiko yang bisa diubah yaitu terkait menerapkan gaya hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan yang bergizi seimbang dan rutin melakukan aktivitas fisik," ujar Aris.
Mengonsumsi buah dan sayuran dapat menurunkan risiko kanker payudara, terutama sayuran hijau. Selain itu, kandungan fitoestrogen pada kedelai juga dapat mengurangi kekambuhan penyakit.
Sekitar 90 persen kasus kanker payudara disebutkan tidak punya riwayat keluarga dan tidak ada jaminan orang tanpa faktor risiko tak akan terkena kanker. Kanker payudara ternyata juga tidak hanya terjadi pada wanita karena sebanyak satu persen kasus kanker payudara terjadi pada pria.
Menurut Mayo Clinic, kanker payudara pria paling sering terjadi pada pria yang lebih tua, meskipun dapat terjadi pada usia berapa pun. Para pakar kesehatan mengatakan tidak jelas apa yang menyebabkan kanker payudara pada pria. Namun, kanker payudara pria terjadi ketika beberapa sel payudara membelah lebih cepat daripada sel sehat. Sel-sel yang terakumulasi membentuk tumor yang dapat menyebar (bermetastasis) ke jaringan terdekat, ke kelenjar getah bening atau ke bagian lain dari tubuh.
Sementara pada wanita, mereka yang sudah mulai menstruasi berisiko terkena kanker payudara, karena ada hubungan antara kanker payudara dengan semakin lama dengan paparan estrogen. "Deteksi dini yang paling efektif adalah dengan melakukan Sadari," Aris mengingatkan.
Jika mendapati adanya kelainan pada payudara, maka seseorang harus secepat mungkin memeriksakan diri ke ahli medis. Beberapa kelainan yang harus diwaspadai, antara lain, ada benjolan di payudara atau ketiak atau leher, perubahan kulit menebal, mengerut, atau menjadi seperti jeruk purut.
Kelainan lainnya yakni perubahan letak dan bentuk puting, keluar cairan dari puting bukan pada saat menyusui, nyeri pada payudara, dan luka sekitar puting yang tidak sembuh.
Bagi perempuan yang berusia lebih dari 40 tahun--direkomendasikan sejak usia 25 tahun--perlu melakukan pemeriksaan klinis payudara secara rutin ke dokter. Sementara bagi perempuan berusia 20-an tahun dapat mengunjungi dokter satu kali tiap dua tahun dan usia 30-an sekali setahun.
Terapi kanker payudara
Terapi pilihan pada kanker payudara adalah operasi. Operasi dikatakan akan mengeliminasi sumber kanker yang berpotensi melepaskan anak sebar dengan syarat kanker tersebut masih resectable atau tidak ada penyebaran jauh.
Bila kanker bersifat invasif, operasi saja tidak cukup karena ada ancaman penyebaran di organ jauh sehingga butuh terapi tambahan (adjuvan) yang bersifat sistemik (mengenai seluruh organ di tubuh).
Cara lainnya yaitu dengan memberikan terapi sistemik sebelum operasi, mendahului terapi utama (neoadjuvan) untuk mengecilkan ukuran kanker dan mencegah timbul penyebaran serta meningkatkan angka harapan hidup pasien.
Beberapa jenis pilihan operasi kanker payudara, salah satunya mastektomi, yaitu pengangkatan seluruh jaringan payudara dan umumnya disertai pengangkatan kelenjar getah bening di ketiak.
Selain itu, ada breast conserving surgery, yaitu tindakan pengangkatan kanker saja (tidak mengangkat seluruh jaringan payudara) dengan syarat batas sayatan yang ditinggalkan bebas kanker dan wajib dilengkapi setelahnya dengan terapi radiasi.
Pilihan operasi lainnya onkoplasti yaitu upaya rekonstruksi payudara yang bertujuan untuk mengisi rongga yang ditinggalkan dan membentuk kembali payudara.
Sementara untuk opsi terapi nonpembedahan ada yang bersifat lokal yaitu radioterapi dan bersifat sistemik, contohnya kemoterapi.
“Jika benar terdiagnosis kanker payudara, prinsip penting pertama yaitu semakin dini stadium saat ditemukan maka kian besar kemungkinan keberhasilan terapi," demikian saran Aris.
Sadari bagi penyintas kanker payudara dan wanita usai haid
Selasa, 1 November 2022 13:48 WIB