Nagan Raya (ANTARA) - PT PLN Persero Unit Pembangkitan Nagan Raya sebagai pengelola PLTU 1-2 Nagan Raya menargetkan menghentikan penggunaan batubara sebagai bahan bakar pada pembangkit listriknya, dengan bahan bakar biomassa.
“Target pergantian bahan bakar batu bara dengan biomassa ini direncanakan terealisasi paling lambat pada tahun 2060,” kata Manager Bagian Operasi PT PLN UPK Nagan Raya Riswan, Kamis.
Hal ini ia sampaikan saat menerima kunjungan mahasiswa dari Jurusan Teknik Mesin dan Industri Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Dalam kesempatan tersebut, Riswan juga memaparkan juga tentang program co-firing energi baru dan terbarukan (EBT) dari biomassa antara lain cangkang buah sawit dan kayu Kaliandra.
Saat ini, kata dia, PLTU 1-2 Nagan Raya menggunakan campuran batubara low range coal dan batubara medium range coal sebagai bahan bakar.
Pada Oktober 2020 dilakukan ujicoba co-firing menggunakan palm kernel Shell (cangkang sawit) sebesar 5-10%. Hal tersebut diimplementasikan pada tahun 2021 menggunakan co-firing sebesar 4,6 MW. Namun ketersediaan cangkang buah sawit menjadi kendala terbesar proses co-firing tersebut.
Sebagai upaya dicari tambahan alternatif bahan bakar bakar PT PLN UPK Nagan Raya menggandeng berbagai pihak. PLTU 1-2 Nagan Raya sendiri telah mencoba kayu kaliandra dan potensi biomassa lain untuk co-firing.
Dari hasil ujicoba co-firing tersebut, disimpulkan bahwa perubahan parameter operasi baik dari pressure maupun temperatur masih dalam batasan rentang normal operasi.
Begitu juga emisi gas buang yang dihasilkan masih dalam batasan normal baku mutu yang ditetapkan kementerian lingkungan hidup.
PLN akan menghentikan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batubara. Pada awal pemerintahan Jokowi, dicanangkan program 35.000 MW listrik, sehingga banyak PLTU berbahan bakar batubara dibangun.
PLN sendiri sudah mencanangkan program energi batu terbarukan (EBT) dengan target tahun 2060 tidak ada lagi pembangkit listrik berbahan bakar batubara.
Saat ini memang sedang ada pembangunan PLTU baru. Namun itu adalah 'proyek sisa' dari program Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 berupa pembangunan pembangkit listrik sebesar 35.000 MW di seluruh Indonesia.
Program tersebut diniatkan untuk kemandirian energi di awal kepemimpinan nya. Mengingat pembangunan PLTU memakan waktu yang lama, setidaknya 5 tahun, maka hari ini masih ditemukan pembangunan PLTU baru berbahan bakar batubara.
PLTU 1-2 Nagan Raya sendiri beroperasi sejak 2014. PLTU ini adalah bagian dari program percepatan 10.000 MW tahap pertama yang tertuang dalam Perpres No. 71 Tahun 2006 di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Alasan pemilihan batubara sebagai bahan bakar mengingat pada saat itu bahan bakar batubara berlimpah di Indonesia. Dengan demikian tidak membutuhkan bahan bakar yang diimpor dari luar negeri dan dengan harga yang jauh lebih murah dibanding bahan bakar minyak.
Menjawab tuntutan energi baru dan terbarukan (EBT), PLTU Nagan Raya terus melakukan inovasi menjadi pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan.