Banda Aceh (ANTARA) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) terus mendorong penetapan hutan dan masyarakat adat di beberapa daerah yang berpotensi di provinsi Aceh.
"Di Aceh ada beberapa kabupaten yang mempunyai potensi untuk didorong terhadap pengakuan hutan adat dan masyarakat adatnya," kata Kepala Pokja Advokasi Direktorat Kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa dan Masyarakat Adat (KMA) Kemendikbud Ristek Christriyati Ariani, di Banda Aceh, Rabu.
Sebagai langkah awal mendorong penetapan tersebut, pihaknya melaksanakan lokalatif swabela masyarakat adat di Aceh dengan tajuk penetapan, hutan adat, pemajuan kebudayaan dan pemetaan partisipatif bersama unsur masyarakat adat tanah rencong, di Banda Aceh.
Pertemuan tersebut menghadirkan para orang-orang yang terlibat dalam hutan atau masyarakat adat seperti mukim gampong (yang memahami soal hukum adat di desa), dinas kebudayaan daerah hingga pegiat budaya se Aceh.
Christriyati menyampaikan, tujuan dari kegiatan tersebut untuk mempertemukan para pihak masyarakat hukum adat, sehingga nantinya bisa diketahui di mana saja keberadaan hutan adat.
Dirinya menegaskan bahwa permasalahan hutan dan masyarakat adat itu sangat penting untuk segera ditetapkan sehingga pihaknya bisa melakukan pengembangan.
Secara kelembagaan, kata dia, persoalan hutan adat memang tupoksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), tetapi dari sisi pengembangan masyarakat adatnya menjadi tugas Kemdikbud.
"Tetapi, pengembangan baru dapat dilakukan setelah Kemendagri melakukan penetapan masyarakat adat nya tersebut," ujarnya.
Christriyati menyebutkan, di Aceh terdapat 10 daerah yang memiliki potensi masyarakat hukum adat dan hutan adatnya yakni Kabupaten Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat, Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Timur, Aceh Selatan, Aceh Tenggara dan Sabang.
"Mereka mempunyai potensi untuk didorong hutan adatnya, dan termasuk di dalamnya kalau ada hutan, tetapi kalau tidak dikelola sama saja. Maka karena itu kita kemudian mendorong masyarakat adat nya," katanya.
Christriyati menuturkan, sejauh ini di Aceh belum ada satupun laporan kepada Kemendagri terkait pengakuan atau penetapan masyarakat adat meskipun qanun Aceh tentang keberadaan masyarakat adat jauh lebih dulu lahir sebelum Permendagri 52 2014 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat dikeluarkan.
Artinya, selama ini terjadi miskomunikasi sehingga terjadi kebuntuan yang menyebabkan belum adanya masyarakat adat yang ditetapkan di Aceh.
"Di Aceh belum ada walaupun ada potensi di 10 daerah , maka kita Kemendikbud mendorong langkah awal ini mempertemukan multipihak. Mudah-mudahan nanti segera kita mengusulkan penetapan masyarakat adat nya," demikian Christriyati.