Banda Aceh (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh menyebut aplikasi Sistem Informasi Pelayanan Benih Bersertifikat (Si Naberkat) memberi kemudahan bagi petani di provinsi itu untuk memilih benih yang bermutu dan bersertifikat.
“Si Naberkat ini merupakan inovasi kita dalam mengawasi peredaran benih yang tak bersertifikat di Aceh,” kata Kepala UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (BPSBTPHP) Distanbun Aceh Habiburrahman di Banda Aceh, Rabu.
Ia menjelaskan, aplikasi Si Naberkat itu dapat diunduh di telepon pintar baik berbasis Android maupun iOS. Inovasi itu disebut pertama di Indonesia sebagai upaya pemerintah menjaga peredaran benih di tengah masyarakat, agar kualitas hasil produksi padi maupun tanaman pangan lain tetap terjaga.
Selain itu, lanjut dia, aplikasi ini juga diluncurkan atas dasar keterbatasan petugas fungsional pengawas benih di Aceh yang hanya ada dua hingga tiga orang di setiap kabupaten/kota.
Sehingga melalui aplikasi tersebut, kata dia, masyarakat bisa mengecek sendiri ke kios-kios yang menjual benih, apakah benih yang dijual ke petani tersebut terjamin mutu atau tidak, dengan cara memindai kode batang (QR/barcode) yang disediakan.
“Sejak awal Januari 2023, kita sudah memasang stiker barcode di kios-kios penjual benih. Sebelumnya kita juga sudah pasang barcode pada lebel benih yang komoditi tanaman pangan,” ujarnya.
Menurut Habib, petugas pengawas benih telah menyinkronkan sistem informasi di setiap kios dengan indikator-indikator yang menjadi standar peredaran benih. Ada tiga warna yang muncul di aplikasi itu ketika masyarakat memindai barcode, yakni hijau, kuning dan merah.
Untuk warna hijau, kata dia, pertanda bahwa kios t itu legal atau resmi sebagai pengedar benih dan tidak menjual benih tak bersertifikat. Warna kuning, pertanda kios itu legal, tetapi masih ditemukan benih-benih yang tak bersertifikat.
“Kalau merah, itu tandanya bermasalah semua. Bisa saja status sebagai pengedar benih tidak legal, kemudian sebagian besar benih yang ada di kiosnya juga tidak bersertifikat. Jadi ini bentuk pengawasan kita,” ujarnya.
Masyarakat bisa melihat, bisa scan sendiri, ketika kios ini banyak masalah, keluar warna merah, maka bisa cari kios tempat lain, ujarnya.
Ia menambahkan, apabila petani menanam benih yang tak bersertifikat dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) selaku lembaga penjamin benih bermutu, maka akan berdampak pada sumber penyakit tanaman, hama, bahkan juga berimbas pada gagal produksi.
Saat ini, kata Habib, masih ada petani di wilayah paling barat Indonesia itu yang menggunakan benih padi tak bersertifikat, namun persentase sudah sangat kecil.
“Masih ada masyarakat yang masih pakai benih tidak sertifikat, tapi sesuai hasil putusan mahkamah konstitusi, untuk petani kecil atau petani miskin itu tidak dilarang, yang skala kecil, tapi tidak boleh mengomersilkan, tidak boleh jual di kios,” ujarnya.