Ia menuturkan, pada abad 17-18 Aceh pernah tercatat sebagai daerah penghasil lada terbesar di dunia, sementara untuk saat ini Aceh juga menghasilkan minyak atsiri yang diolah dari beberapa komoditas rempah seperti pala, cengkeh, serai wangi, dan juga nilam.
"Banyak aspek kebudayaan Aceh, baik itu kuliner, desain, ornamen, herbal dan pengobatan tradisional, dibentuk oleh komoditas rempah," ujarnya.
Tak terkecuali di nusantara, rempah merupakan bagian penting dalam kehidupan sehari-hari. Sejak berabad-abad, rempah-rempah berperan penting sebagai bumbu masak yang memperkaya khasanah kuliner nusantara, herbal, obat-obatan, wewangian, dan berbagai kegunaan lainnya.
"Dengan segala fungsi dan kegunaannya ini, rempah bukan hanya telah memberi, tetapi juga telah membentuk kebudayaan bangsa-bangsa di kepulauan Nusantara, mengisi berbagai lini kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik," katanya.
Selain itu, nilai penting rempah juga telah berdampak besar terhadap perjalanan sejarah peradaban dan kontak budaya antarbangsa di dunia, serta mewarnai lanskap perdagangan dunia.
"Dengan apa yang kita kenal sebagai jalur rempah, mempengaruhi diplomasi bahkan konflik politik antarbangsa yang kemudian menandai babak penting perjalanan sejarah bangsa Indonesia, yaitu kolonialisme," demikian Bustami.
Baca juga: BSI promosikan warisan budaya Aceh di PKA 8