Banda Aceh (ANTARA) - Seorang gadis muda didandani layaknya pengantin baru, mengenakan mesikhat pakaian adat Suku Alas, yang dominasi corak warna merah. Ia duduk menjulurkan kaki di sepetak tempat yang didesain seperti pelaminan.
Tiga orang di sisinya sibuk melukis inai di tangan dan kakinya. Seorang lagi, tak henti-henti melantunkan syair dengan nada pelan dalam bahasa Suku Alas, sembari kedua tangannya menggiling daun-daun pacar di atas batu giling.
Mereka mewakili Kabupaten Aceh Tenggara sedang mengikuti lomba boh gaca (melukis inai) antardaerah dalam rangka pergelaran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8 di Museum Rumoh Aceh.
“Boh gaca ini adalah salah satu tradisi dalam adat perkawinan di Aceh,” kata budayawan Aceh Irma Yani Ibrahim.
Baca juga: Spot foto 'underwater', alasan Anjungan Sabang di PKA terus ramai pengunjung
Gaca dalam bahasa Indonesia berarti inai. Gaca berasal dari sari daun pacar yang digiling halus menggunakan batu giling. Tradisi boh gaca di tengah masyarakat Aceh biasanya dijumpai saat acara perkawinan dan sunat rasul atau khitan.
Jika dilihat dari sejarah, tradisi boh gaca di Aceh erat hubungannya dari budaya India, karena Aceh pada zaman lampau merupakan persimpangan jalur perdagangan rempah dunia, sehingga banyak saudagar dari penjuru dunia menyinggahi Aceh.
Melestarikan tradisi 'boh gaca' bagi pengantin baru di Aceh
Oleh Khalis Surry Jumat, 10 November 2023 13:32 WIB