Melestarikan tradisi 'boh gaca' bagi pengantin baru di Aceh
Oleh Khalis Surry Jumat, 10 November 2023 13:32 WIB
Ada dari negara Arab, India dan beberapa negara lain. Hal ini yang memicu terjadinya asimilasi budaya di daerah Tanah Rencong itu. Salah satunya seperti tradisi boh gaca, yang hingga kini masih lestari di tengah masyarakat.
Kendati demikian, segala sesuatu adat dan budaya di Aceh berlandaskan ajaran Islam. Boh gaca juga menjadi tradisi sakral yang diawali dengan shalawat, doa, lalu peusijuek atau tepung tawar adat Aceh, baru kemudian memakaikan dan melukis inai di tangan hingga kaki pengantin.
Tujuan boh gaca ini untuk keindahan, supaya cantik, indah, agar pengantin terlihat berbeda dengan hari-hari biasa, ujar Irma.
Aceh memiliki banyak etnis, dengan keragaman budaya. Daerah di Tanah Rencong memiliki tradisi boh gaca yang berbeda-beda. Setiap daerah memiliki motif ukiran yang khas masing-masing, dan hampir semuanya memiliki hak paten.
Di antara motif itu adalah motif rumpun biluluk asal Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), pucuk daun nilam dari Aceh Jaya, motif Bungong Ue (bunga kelapa) dari Kota Sabang dan banyak lainnya. Bahkan sebagian dari motif-motif tersebut sudah masuk dalam warisan budaya tak benda (WBTB).
Lazimnya boh gaca hanya untuk pengantin perempuan. Mulai dari jari tangan, kaki dan telapak kaki, lengkap dengan ukiran-ukiran motif khas. Di beberapa daerah, pengantin pria juga dipakaikan inai. Mulai dari tiga jari saja seperti jempol, tengah, dan kelingking. Ada juga daerah yang hanya jempol saja.
Tak hanya untuk keindahan, boh gaca juga dipercayai memiliki khasiat sebagai antiseptik dan baik untuk kesehatan. “Antiseptik yang luar biasa. Jadi itu perlu kita ingatkan dan kita lestarikan,” ujar Pengurus Majelis Adat Aceh (MAA), Nur Asma.
Di sisi lain, boh gaca juga menjadi tradisi tempat berkumpul keluarga. Biasanya sembari melukis inai, pengantin juga mendapatkan siraman nasihat dari orang yang dituakan lewat lantunan syair-syair. Umumnya tentang pernikahan, sebagai bekal pengantin baru dalam menghadapi lembaran hidup ke depannya.
Baca juga: Tampilkan kuliner istimewa, anjungan Sabang diserbu pengunjung
Keragaman
Kepala Bidang Adat Istiadat MAA Aceh Barat Daya, Syeh Sabirin, menyebut tradisi boh gaca masih terawat dengan baik di tengah masyarakat setempat. Bahkan, apabila belum menjalankan tradisi boh gaca, maka upacara adat perkawinan dinilai belum lengkap.
Di daerah itu, tradisi boh gaca biasanya pada acara perkawinan dan sunat rasul. Untuk pengantin perempuan, inai dipakaikan di semua bagian tangan dan kaki, lengkap dengan ukiran. Untuk pengantin laki-laki, hanya jari jempol, tengah dan kelingking.
Berbeda dengan pengantin sunat rasul. Seorang anak laki-laki yang akan disunat juga menggunakan inai di semua jari tangan dan kaki, sama seperti pengantin perempuan. “Untuk motif kita mengadopsi rumpun biluluk, ditambah beberapa ukiran lain,” ujarnya.
Bagi masyarakat Aceh Barat Daya, boh gaca bukan hanya untuk keindahan semata. Mereka juga mempercayai tradisi itu sebagai sanggamara dari hal-hal negatif, agar pengantin baru tersebut terlindungi dari gangguan supranatural.
Boh gaca juga disebut dapat menyerap racun atau toksin dalam tubuh. Tandanya, apabila gaca yang telah diukir di kaki berwarna hitam, maka di tumbuh dia banyak zat racun, toksin. Tapi kalau merah muda, maka di tubuhnya normal. Jadi gaca ini jadi sebagai penawar juga, ujar Sabirin.