Majelis hakim vonis mantan Direktur RS Arun enam tahun penjara
Senin, 29 Januari 2024 17:00 WIB
Menyangkut kerugian negara Rp44,9 miliar, majelis hakim menyatakan tidak sependapat dengan jaksa penuntut umum. Kerugian negara menjadi tanggung jawab mantan Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya yang menjadi terdakwa dalam perkara yang sama, namun dengan berkas terpisah.
"Uang pengganti kerugian negara sudah dibebankan kepada terdakwa Suaidi Yahya, maka terdakwa Hariadi tidak dibebankan membayarnya," kata majelis hakim menyebutkan.
Berdasarkan fakta di persidangan, kata majelis hakim, terungkap bahwa terdakwa bersama Wali Kota Lhokseumawe Suaidi Yahya mengalihkan pengelolaan RS Arun ke swasta. Padahal, rumah sakit tersebut merupakan aset Pemerintah Kota Lhokseumawe
"Seharusnya, pengelolaan rumah sakit aset pemerintah daerah dilakukan dengan membentuk unit pelaksana teknis daerah atau UPTD. Namun, terdakwa bersama Wali Kota membentuk perusahaan lainnya. Rumah sakit tersebut merupakan hibah dari PT Arun, perusahaan migas," kata majelis hakim.
Vonis majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum. Pada persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut terdakwa Hariadi dengan hukuman 15 tahun penjara dam denda Rp800 juta subsidair delapan bulan penjara.
Selain pidana penjara dan denda, jaksa penuntut umum juga menuntut terdakwa Hariadi membayar uang pengganti kerugian negara Rp44,9 miliar. Apabila tidak membayar, maka terdakwa dihukum pidana penjara selama lima tahun.
Atas putusan majelis hakim tersebut, terdakwa Hariadi bersama penasihat hukumnya maupun jaksa penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Majelis hakim memberikan waktu pikir-pikir kepada para pihak untuk menyatakan apakah menerima putusan tersebut atau mengajukan banding.
Baca juga: Pengadilan Tipikor gelar sidang lapangan kasus korupsi RS Arun