Meulaboh (ANTARA Aceh) - Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) memilih Desa Suak Indra Puri, Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat, sebagai Desa Tangguh Bencana (Destana) dalam upaya pengurangan risiko bencana di masyarakat pesisir.
Kepala pelaksana BPBA Yusmadi di Meulaboh, Kamis mengatakan, program Destana tersebut merupakan program pengelolaan risiko berbasis komunitas dengan harapan masyarakat terlibat aktif upaya pengurangan risiko bencana (mitigasi).
"Melalui pembentukan Destana ini, masyarakat tidak saja menjadi objek dari proses, tetapi dapat terlibat secara aktif dalam mengkaji, menganalisa, menangani, memantau dan mengevaluasi upaya-upaya mitigasi sumber daya lokal," sebutnya.
Pernyataan itu disampaikan dalam sambutan tertulis dibacakan, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBA Boby Syahputra, saat kegiatan pembentukan Destana di Hotel Meuligo Meulaboh, yang juga dihadiri berbagai unsur terkait dan pihak desa.
Ia menyampaikan, Aceh sudah mencapai kemajuan dalam bidang penanggulangan bencana, terutama dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB) dan berbagai kebijakan turunan lainnya.
Sesuai dengan Sendai Frame Disaster Risk Reduction (SFDRR) yang selaras diatur dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, kemudian masuk dalam kebijakan strategis nasional dalam penanggulangan bencana.
"Ini juga merupakan Nawa Cita Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik," sebutnya.
Lebih lanjut Yusmadi menyampaikan, upaya-upaya membangun masyarakat tangguh yang mampu beradaptasi dan berkembang berhadapan dengan risiko bencana menjadi sebuah keniscayaan.
Kemampuan tersebut sangat ditentukan oleh kemampuan sistem sosial budaya masyarakat mengorganisir diri untuk meredam ancaman, mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas.
Sebut Yusmadi, ada empat landasan pembentukan Detana, pertama landasan empiris-faktual bencana yang menunjukkan realitas ancaman di Indonesia, kedua landasan filosofi kearifan lokal yang menunjukkan akar sosial-budaya dari pengurangan risiko.
Ketiga pembangunan berkelanjutan yang menempatkan pengurangan risiko bencana menjadi bagian penting dan keempat landasan otonomi desa yang memberikan kewenangan kepada desa untuk mengatur diri sendiri untuk pengurangan risiko bencana.
"Karena itu praktek-praktek rekayasa sosial budaya untuk pengurangan risiko bencana penting untuk dilakukan, salah satunya melalui program Destana, yakni program pengelolaan risiko berbasis komunitas masyarakat lokal," katanya menambahkan.