Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Aceh melalui Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh membantah mencabut izin arena/tempat secara sepihak terkait kegiatan panggung sumpah pemuda yang menghadirkan band nasional Slank dan D'Masiv seperti tuduhan penyelenggara event.
"Dispora menegaskan tidak pernah mencabut izin secara sepihak dan tidak berada pada pihak yang membatalkan kegiatan tersebut," kata Plt Kepala Dispora Aceh, T Banta Nuzullah, di Banda Aceh, Selasa.
Sebelumnya, pelaksanaan konser panggung sumpah pemuda yang dimeriahkan Slank, D’Masiv di lapangan Panahan Komplek Stadion Harapan Bangsa Banda Aceh yang direncanakan pada Sabtu (25/10) malam telah gagal berlangsung.
Acara berskala nasional itu digagas oleh PT Erol Perkasa Mandiri, bekerja sama dengan GRANAT (Gerakan Nasional Anti Narkotika), Badan Narkotika Nasional dan Polda) Aceh.
Dalam konferensi pers beberapa hari lalu, Sabtu (25/10), EO event panggung sumpah pemuda menuding Dispora Aceh telah mencabut izin pemakaian lapangan serta permintaan uang sewa hingga tanah hingga Rp700 juta. Sehingga kegiatan konser tersebut batal terlaksana.
Baca: Biaya sewa stadion SHB capai Rp700 juta, Slank dan D'Masiv gagal konser di Aceh
Terhadap tudingan tersebut, Dispora Aceh menjelaskan bahwa kegiatan panggung sumpah pemuda 2025 berawal dari surat permohonan resmi DPD GRANAT Aceh Nomor 078/DPD-GRANAT/ACEH/IX/2025 yang diajukan kepada Plt Kepala Dispora untuk penggunaan lapangan Panahan Stadion Harapan Bangsa Banda Aceh.
Menindaklanjuti surat tersebut, Dispora Aceh menerbitkan Surat Izin Nomor 400.5/2607 tanggal 16 September 2025 yang memberikan izin bersyarat yaitu penyelenggara wajib sesuai nilai-nilai syariat Islam dan kearifan lokal Aceh, melunasi kewajiban retribusi sesuai Qanun Aceh, keamanan dan lainnya.

Sebagai bentuk tanggapan, DPD GRANAT Aceh menyampaikan surat pernyataan kesanggupan lewat suratnya yang menyatakan siap mematuhi seluruh ketentuan sebagaimana tertuang dalam surat izin Dispora Aceh.
"Namun demikian, hingga waktu pelaksanaan kegiatan, kewajiban administratif sebagaimana yang dipersyaratkan tidak dapat dipenuhi oleh pihak GRANAT Aceh," ujarnya.
T Banta menegaskan, seluruh proses hukum dan administrasi hanya dilakukan dengan DPD GRANAT Aceh sebagai pemohon resmi, dan tidak pernah melibatkan pihak lain seperti PT Erol Perkasa Mandiri dalam hubungan hukum atau administratif.
Baca: Surati Pj Gubernur, Haji Uma minta pelibatan MPU dalam perizinan pergelaran seni di Aceh
Pihak EO, bukan bagian dari perjanjian apapun dengan Dispora Aceh, sehingga pernyataan atau tudingan sepihak yang dilontarkan tidak memiliki dasar hukum dan tidak sesuai dengan fakta administratif. Karena itu, pihaknya tidak pernah mencabut izin secara sepihak yang membatalkan kegiatan itu.
Ia menyampaikan, seluruh proses administrasi telah dijalankan sesuai ketentuan hukum dan peraturan daerah. Di sisi lain, hingga waktu pelaksanaan kegiatan, Dispora Aceh belum terikat dalam perjanjian kerjasama dengan pemohon (GRANAT Aceh).
"Karena pemohon belum menuntaskan kewajiban administratif serta pelunasan retribusi yang menjadi dasar hukum penggunaan fasilitas pemerintah Aceh," katanya.
Terkait biaya sewa, T Banta menjelaskan bahwa sebagai bagian dari tertib administrasi dan dasar penetapan retribusi, Dispora Aceh terlebih dahulu mengajukan permohonan pembahasan kepada Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) mengenai mekanisme pungutan retribusi penggunaan tanah milik pemerintah Aceh.
BPKA kemudian menindaklanjutinya dengan mengundang rapat koordinasi Dispora Aceh bersama Inspektorat Aceh, Biro Hukum Setda Aceh.
Baca: Danrem Lilawangsa tunda konser Bondan Prakoso di Lhokseumawe
Hasil rapat tersebut menetapkan tarif retribusi penggunaan tanah kosong aset pemerintah Aceh sebesar Rp10 ribu per meter per hari, sesuai ketentuan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2024 tentang Pajak dan Retribusi Aceh. Totalnya dikalikan luas tanah 14.523 meter persegi sebesar Rp145 juta per hari.
Setelah itu, Dispora Aceh menyampaikan hasil rapat tersebut beserta persyaratan lainnya yang harus dilengkapi oleh GRANAT Aceh seperti surat izin keramaian dari Polda Aceh, hingga surat keterangan Dinas Syariat Islam Aceh atau MPU Aceh yang menyatakan kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan nilai syariat Islam.
Namun, hingga tanggal 25 Oktober 2025, pihak GRANAT Aceh tidak menyerahkan bukti pelunasan maupun kelengkapan administrasi lainnya yang diminta.
Dispora Aceh kemudian menerbitkan surat Nomor 400.5/2969 tanggal 25 Oktober 2025 yang menyatakan bahwa izin penggunaan lokasi tidak lagi berlaku.
"Surat ini bukan pembatalan kegiatan, tetapi merupakan penegasan administratif bahwa Dispora tidak memiliki dasar hukum melanjutkan kerjasama karena kewajiban pemohon belum terpenuhi," demikian T Banta Nuzullah.
Baca: Tips tonton konser di luar negeri
