Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI menyatakan beberapa sektor di Aceh masih rawan terjadinya perilaku tindak pidana korupsi, salah satunya adalah pada pengelolaan pengadaan barang dan jasa.
"Yang rawan di Aceh itu pada risiko pengelolaan pengadaan barang dan jasa," kata Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI Irjen Pol Didik Agung Widjanarko, di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan Didik Agung Widjanarko saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi (rakor) dan audiensi KPK bersama pimpinan DPRA dan DPRK se Aceh, di gedung utama DPRA, di Banda Aceh.
Selain pengadaan barang dan jasa, kata Didik, Aceh juga masih rawan terjadinya penyalahgunaan keuangan negara terhadap fasilitas kantor, KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), serta penyalahgunaan perjalanan dinas.
Hal itu juga berkaca dari hasil survey penilaian integritas (SPI) untuk wilayah Aceh yang disampaikannya dalam rapat koordinasi bersama pimpinan DPRK se Aceh tersebut.
"Korupsi yang kemungkinan terjadi adalah gratifikasi, suap atau pemerasan, penyalahgunaan fasilitas kantor, jual beli jabatan serta intervensi dalam pengadaan barang dan jasa," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Didik juga menjelaskan terkait hasil survey penilaian integritas (SPI), Pemerintah Provinsi Aceh secara total hanya mencapai 68,37 persen atau masih rentan, dan berada di bawah angka rata-rata nasional yaitu 72,04 persen.
Skor SPI tersebut diperoleh berdasarkan hasil penilaian komponen internal (pegawai) dan eksternal (masyarakat).
"Indeks integritas wilayah Aceh secara keseluruhan yaitu tertinggi 78,79 persen dan terendah 55,53 persen," katanya.
Didik merincikan, dari 23 kabupaten/kota se Aceh, terdapat enam daerah yang berada di atas rata-rata nasional (72,04) yaitu Kota Banda Aceh 78,79 persen, Kabupaten Aceh Barat Daya 78,07 persen, Pidie Jaya 76,16 persen, Gayo Lues 73,84 persen, Aceh Barat 73,55 dan Aceh Selatan 73,52 persen.
Kemudian, juga terdapat empat daerah di atas rata-rata Pemerintah Aceh dan di bawah angka nasional yakni Aceh Timur 72,42 persen, Aceh Tengah 72,05, Bireuen 71,82 persen dan Kota Sabang 71,31 persen.
Sedangkan untuk 13 kabupaten/kota lainnya masih berada di bawah angka rata-rata pemerintah provinsi dan nasional, yakni kabupaten Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Tamiang, Aceh Utara, Bener Meriah, Lhokseumawe, Aceh Singkil, Nagan Raya, Pidie, Simeulue, Subulussalam, Langsa dan Aceh Tenggara.
"Untuk beberapa daerah masih di bawah standar nasional, tetapi itu belum rawan," ujarnya.
Didik menjelaskan, survey penilaian integritas tersebut untuk menggambarkan transparansi pengelolaan sumber daya manusia hingga pada pengelolaan anggarannya.
"Menggambarkan apakah sesuai pengelolaan anggaran, integritas dalam melaksanakan tugas, pengadaan barang dan jasa, dan sosialisasi antikorupsi," demikian Didik Agung Widjanarko.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022
"Yang rawan di Aceh itu pada risiko pengelolaan pengadaan barang dan jasa," kata Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK RI Irjen Pol Didik Agung Widjanarko, di Banda Aceh, Kamis.
Pernyataan tersebut disampaikan Didik Agung Widjanarko saat memberikan arahan dalam rapat koordinasi (rakor) dan audiensi KPK bersama pimpinan DPRA dan DPRK se Aceh, di gedung utama DPRA, di Banda Aceh.
Selain pengadaan barang dan jasa, kata Didik, Aceh juga masih rawan terjadinya penyalahgunaan keuangan negara terhadap fasilitas kantor, KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme), serta penyalahgunaan perjalanan dinas.
Hal itu juga berkaca dari hasil survey penilaian integritas (SPI) untuk wilayah Aceh yang disampaikannya dalam rapat koordinasi bersama pimpinan DPRK se Aceh tersebut.
"Korupsi yang kemungkinan terjadi adalah gratifikasi, suap atau pemerasan, penyalahgunaan fasilitas kantor, jual beli jabatan serta intervensi dalam pengadaan barang dan jasa," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Didik juga menjelaskan terkait hasil survey penilaian integritas (SPI), Pemerintah Provinsi Aceh secara total hanya mencapai 68,37 persen atau masih rentan, dan berada di bawah angka rata-rata nasional yaitu 72,04 persen.
Skor SPI tersebut diperoleh berdasarkan hasil penilaian komponen internal (pegawai) dan eksternal (masyarakat).
"Indeks integritas wilayah Aceh secara keseluruhan yaitu tertinggi 78,79 persen dan terendah 55,53 persen," katanya.
Didik merincikan, dari 23 kabupaten/kota se Aceh, terdapat enam daerah yang berada di atas rata-rata nasional (72,04) yaitu Kota Banda Aceh 78,79 persen, Kabupaten Aceh Barat Daya 78,07 persen, Pidie Jaya 76,16 persen, Gayo Lues 73,84 persen, Aceh Barat 73,55 dan Aceh Selatan 73,52 persen.
Kemudian, juga terdapat empat daerah di atas rata-rata Pemerintah Aceh dan di bawah angka nasional yakni Aceh Timur 72,42 persen, Aceh Tengah 72,05, Bireuen 71,82 persen dan Kota Sabang 71,31 persen.
Sedangkan untuk 13 kabupaten/kota lainnya masih berada di bawah angka rata-rata pemerintah provinsi dan nasional, yakni kabupaten Aceh Jaya, Aceh Besar, Aceh Tamiang, Aceh Utara, Bener Meriah, Lhokseumawe, Aceh Singkil, Nagan Raya, Pidie, Simeulue, Subulussalam, Langsa dan Aceh Tenggara.
"Untuk beberapa daerah masih di bawah standar nasional, tetapi itu belum rawan," ujarnya.
Didik menjelaskan, survey penilaian integritas tersebut untuk menggambarkan transparansi pengelolaan sumber daya manusia hingga pada pengelolaan anggarannya.
"Menggambarkan apakah sesuai pengelolaan anggaran, integritas dalam melaksanakan tugas, pengadaan barang dan jasa, dan sosialisasi antikorupsi," demikian Didik Agung Widjanarko.
COPYRIGHT © ANTARA News Aceh 2022