Banda Aceh (ANTARA) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan konflik satwa dilindungi dengan manusia masih terus terjadi di Provinsi Aceh.
Direktur Eksekutif Daerah Walhi Aceh Muhammad Nur di Banda Aceh, Kamis, mengatakan sedikitnya lima kali terjadi konflik satwa dengan manusia di Aceh sepanjang 2020.
"Konflik ini menyebabkan keberlangsungan satwa dilindungi di Aceh semakin terancam. Di sisi lain, masyarakat juga mengalami kerugian," kata Muhammad Nur.
Ia menyebutkan konflik satwa dengan manusia di Aceh didominasi gajah dan harimau. Intensitas konflik dengan gajah lebih banyak. Dari lima konflik tersebut, empat di antaranya dengan gajah.
"Sedangkan konflik dengan harimau baru satu yakni di Aceh Selatan. Sementara konflik dengan gajah terjadi di Kabupaten Bener Meriah, Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Timur," sebut Muhammad Nur.
Muhammad Nur mengatakan konflik dengan manusia terus terjadi karena terus berlangsungnya penyempitan kawasan hutan yang merupakan habitat satwa dilindungi. Penyempitan kawasan hutan karena pemberian izin pembukaan perkebunan kepada perusahaan dalam skala besar, seperti untuk hutan tanaman industri atau HTI, kelapa sawit, dan lainnya.
"Kemudian, pemberian izin untuk tambang penambangan ilegal. Serta pembukaan ruas jalan baru di kawasan hutan. Pembukaan jalan tersebut memicu lahirnya kegiatan manusia yang merusak habitat satwa dilindungi tersebut," kata Muhammad Nur.
Oleh karena itu, Muhammad Nur mendorong pemerintah pusat maupun Pemerintah Aceh menghentikan pemberian izin pembukaan kawasan hutan baik untuk perkebunan, pertambangan, pembangunan jalan dan lainnya.
"Kemudian, menata ulang peruntukan kawasan, termasuk memastikan ada kawasan yang benar-benar dilindungi menjadi habitat semua satwa yang terancam punah, sehingga tidak terjadi lagi konflik dengan manusia," kata Muhammad Nur.
Walhi: Konflik satwa dengan manusia masih terus terjadi di Aceh
Kamis, 2 Juli 2020 18:14 WIB