Banda Aceh (ANTARA) - Gubernur Aceh periode 2012-2017 Zaini Abdullah mengingatkan Pemerintah Aceh terkait pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe dan nasib hutan Aceh melalui moratorium tambang di daerah Tanah Rencong.
"KEK itu kesempatan emas yang diberikan untuk Aceh. KEK itu bisa mengundang investor darimana saja," kata Zaini, yang akrab disapa Abu Doto, di Banda Aceh, Senin.
Hal tersebut disampaikan Zaini Abdullah saat peluncuran buku "Abu Doto: Perjuangan Tanpa Akhir" yang ditulis Mohsa El Ramadan dan Mujahid Ar Razi, di Hotel Kyriad, Kota Banda Aceh.
Ia menyebutkan, KEK Arun menjadi harapan pengembangan ekonomi Aceh. Untuk itu, di Arun Lhokseumawe banyak aset yang telah tersedia, mulai dari pelabuhan, akses jalan, penyimpan gas, dan fasilitas lain yang menjadi modal utama bagi Aceh.
Saat memimpin Aceh, kata Zaini, pihaknya telah memperjuangkan agar pengelolaan KEK Arun dibawah pengendalian Pemerintah Aceh, dengan harapan Aceh bukan hanya sebagai peserta dalam KEK Arun tersebut.
"Enggak perlu apa-apa lagi, aset sebagai bahan, modal utama untuk bisa dikendalikan, bahwa Aceh itu sebagai pengusul, tapi ini tidak terjadi," katanya.
Sebagai kawasan khusus, KEK Arun memiliki luas 2.622,48 hektare. Harapannya ada beberapa industri dalam kawasan itu, yang lokasinya terpencar di Kabupaten Aceh Utara dan Kota Lhokseumawe. Dan nantinya kawasan ini akan diberi pagar pembatas di sekelilingnya.
"Kita harap kepada pemerintah sekarang ini, sebagai salah satu jalan, sebaik-baiknya menyelematkan Kawasan Ekonomi Khusus, jangan sampai diangkat dari Aceh. Ini sedikit yang membuat kita sedih betul ya," ujarnya.
Selain itu, Zaini Abdulla juga mengingatkan pemerintah tentang keberlanjutan moratorium tambangan dalam upaya menyelamatkan daerah Tanah Rencong untuk generasi masa akan datang.
Moratorium tambang tersebut telah berlangsung sejak 2014, dan pada 2019 tidak lagi diperpanjang oleh Pemerintah Aceh, berdasarkan surat Nomor: 540/1112 yang ditandatangani Sekretaris Daerah Aceh Taqwallah, atas nama Gubernur Aceh, tanggal 24 Januari 2019.
"Moratorium waktu itu, kita kuat betul, bersiteguh (melakukannya), kalau enggak mah menjadi apa negeri kita ini, dieksploitasi. Ini menjadi harapan peninggalan bagi generasi mendatang," ujarnya.