Jakarta (ANTARA) - Viralnya video mengenai penyelam di Nusa Penida, Bali yang memperlihatkan betapa banyaknya sampah plastik di dalam laut memicu ketertarikan Maurilla Sophianti Imron untuk lebih memperhatikan lingkungan.
Perempuan 29 tahun itu jadi terdorong untuk belajar lebih dalam mengenai apa yang terjadi di muka bumi, termasuk kerusakan-kerusakan akibat sampah yang dilakukan oleh manusia. Dia kemudian menemukan banyak fakta memprihatinkan, salah satunya adalah Indonesia jadi kontributor sampah plastik terbesar kedua di dunia.
Fakta lainnya yang diketahui Maurilla adalah mengenai waktu yang dibutuhkan sampah plastik untuk terurai, ratusan tahun atau mungkin tidak bisa terurai sama sekali, hanya berubah jadi mikroplastik yang berukuran kecil yang sekarang sudah ditemukan di dalam biota laut.
"Kemudian aku mencari tahu apa yang individu seperti aku bisa lakukan dan menemukan gaya hidup yang bernama zero waste. Itu awal mula tranformasiku menjadi seperti sekarang," kata Maurilla kepada ANTARA.
Maurilla kemudian mendirikan komunitas berbasis daring bersama Kirana Agustina bernama Zero Waste Indonesia (ZWID) yang bertujuan mengajak orang-orang menjalani gaya hidup tanpa sampah. Setiap orang diajak meminimalkan sampah yang dihasilkan dalam kehidupan sehari-hari demi menjaga lingkungan.
Founder & Head of Digital Activation Zero Waste Indonesia sama sekali tidak punya latar belakang atau pendidikan di bidang lingkungan. Dia dulu mempelajari manajemen bisnis dan pernah berkecimpung di industri fesyen selama lima tahun.
"Tapi justru itu yang membuat aku bisa relate dengan banyak orang. Untuk menunjukan bahwa siapapun bisa berkontribusi untuk menjaga lingkungan."
Komunitas Zero Waste Indonesia berdiri sejak 2018 dengan tujuan memberikan solusi bagi orang-orang yang ingin berkontribusi terhadap lingkungan, tapi masih bingung bagaimana caranya. Lewat komunitas ini, dia ingin menyediakan platform gaya hidup minim sampah dari hulu ke hilir, mulai dari mencegah hingga mengolah sampah, dengan bahasa yang mudah dicerna.
"Aku sadar mengubah gaya hidup bukan sesuatu yang mudah, jadi kami ada untuk menjadi sistem pendukung. Karena melakukan secara bersama-sama lebih mudah dan terlihat signifikan daripada melakukan sendiri."
Perjalanan Zero Waste Indonesia sebagai komunitas dan bisnis sosial dimulai dari dua orang sampai akhirnya berkembang menjadi 24 orang. Akun Instagram komunitas ini kini sudah memiliki 140.000 pengikut. Seiring waktu berjalan, semakin banyak orang-orang yang tertarik untuk secara tulus bertumbuh bersama dalam bersama-sama mencintai bumi.
"Karena kekokohan sebuah komunitas harus dimulai dari dalam terlebih dahulu, ini tantangan yang cukup sulit di awal."
Ibu dari satu anak yang juga content creator ini mengatakan setiap tahun ZWID fokus kepada kampanye dengan satu topik besar. Tahun ini, fokus diarahkan kepada limbah medis, bagaimana cara mengurangi dan mengelola limbah medis agar tidak berbahaya untuk makhluk lain.
"Kita juga baru membuat dua program baru di platform kami yaitu Carbon Calculator untuk menghitung emisi karbon yang kita hasilkan setiap harinya dan juga Forum di mana sobat ZWID dapat berinteraksi," jelasnya.
Tahun lalu, mereka mengajak orang-orang untuk berkomitmen tidak membeli pakaian baru selama tiga bulan sebagai implementasi slow fashion untuk mengurangi sampah fesyen dan limbah tekstil dalam gerakan Mulai Dari Lemari.
Orang yang ikut berpartisipasi diajak untuk mencari alternatif baju baru, seperti meminjam, menyewa, bertukar, menjahit sendiri, atau membeli baju bekas.
Membeli baju baru sama sekali tidak dilarang bila memang butuh, yang penting adalah memahami bahwa berbelanja baju baru bukan sekadar tergiur tren. Akan lebih baik bila membeli dari label fesyen berkelanjutan atau label lokal untuk mendukung wirausaha yang terdampak pandemi COVID-19.
Komunitas ini juga punya gerakan Tukar Baju yang disambut secara antusias. Dia mengungkapkan, dari 16 kali acara di enam kota berbeda, ada lebih dari 13.500 baju ditukar dalam kampanye yang diharap bisa membantu mengurangi sampah industri fesyen. Dengan menukar baju yang masih layak pakai, diharapkan usia baju bertambah sehingga tidak berakhir di tempat sampah saat pemiliknya merasa bosan.
"Ini dapat menyelamatkan bahan kain yang berpotensi menjadi sampah tekstil berukuran tiga kali luas lapangan bola. Pada Earth Day nanti kita juga akan launch TukarBaju daring," katanya.
Perempuan yang berdomisili di Nusa Dua, Bali, ini mengatakan ada semakin banyak orang yang mengerti tentang gaya hidup minim sampah. Informasi gaya hidup minim sampah kian banyak ditemukan, banyak juga yang mempraktikkan. Selebritas-selebritas juga kian vokal menyuarakan ajakan untuk mencintai lingkungan dengan meminimalkan sampah. Penggunaan kantong plastik sekali pakai di toko swalayan dan pusat perbelanjaan juga telah dilarang di DKI Jakarta sejak 1 Juli 2020. Aturan tersebut dibuat untuk mengurangi timbunan sampah dari kantong plastik.
"Kita mulai bergerak ke arah yang baik, ditunjukkan oleh banyaknya bisnis yang menggunakan sustainable approach, juga hasil riset yang membuktikan bahwa masyarakat mau mengeluarkan uang lebih untuk membeli barang yang eco dan holistik."
"Tentunya kami tidak berjuang sendiri, hasil yang sekarang terlihat di masyarakat adalah berkat kerja sama dan kolaborasi dari banyak instansi, industri, dan juga organisasi atau komunitas."
Gaya hidup minim sampah bisa diawali oleh setiap individu, dimulai dari niat dan alasan yang kuat. Dia menyarankan untuk mencari alasan itu lewat asupan informasi dari dokumenter hingga webinar soal lingkungan. Setelah itu, mulailah merefleksikan sampah apa saja yang dihasilkan dan cari tahu apa yang bisa dikurangi.
"Putuskan untuk mengurangi dari satu hal dan konsisten," katanya.
Hal kecil bisa dimulai dari mengurangi sedotan plastik, sendok garpu plastik, tas plastik sekali pakai hingga air botol mineral dalam kemasan. Mulai biasakan diri membawa kotak makan serta kantong sendiri ketika berbelanja, mengganti pembalut sekali pakai dengan pembalut kain atau menstrual cup, memilah sampah di rumah juga belajar membuat kompos.
"Juga terapkan 6R: Rethink, Refuse, Reduce, Reuse, Recycle and Rot. Ketika itu ada di dalam pola pikir, kita akan jadi orang yang lebih kritis dalam membuat keputusan sehari-hari," tutup dia.