London (ANTARA) - Pemuka Muslim Inggris Paul Salahuddin Armstrong mengajak Muslim Indonesia untuk lebih berani berdakwah dan berkontribusi di tingkat internasional.
“Muslim Indonesia memiliki peran penting dalam mempromosikan pengetahuan Islam dan praktik-praktik baik ini, baik melalui online maupun ketika mereka pergi ke berbagai belahan dunia. Satu hal yang ingin saya kritik untuk orang-orang Indonesia adalah mereka terlalu malu atau segan,” ungkap Armstrong, yang merupakan Direktur Pelaksana pada The Association of British Muslims dalam dialog virtual bertajuk “Islam in the UK and the Global Solidarity” pada akhir pekan.
Ia juga mendorong diaspora Muslim Indonesia yang berada di Inggris Raya untuk berfungsi sebagai jembatan dialog antara Islam dengan publik yang lebih luas.
Ia menambahkan, rasa malu dan segan itu tidak mendapat ruang dalam interaksi dan komunikasi modern. “Karena jika kamu terlalu segan, khususnya di dunia modern, orang-orang tidak akan melihatmu. Indonesia merupakan negara dengan Muslim terbesar di dunia, yang juga ada banyak ustadz, ada banyak kiai, juga banyak orang-orang yang berpengetahuan luas. Kamu bisa mengajari apa Islam yang sebenarnya,” terangnya.
Armstrong mengungkapkan meski banyak informasi dari Muslim Indonesia dalam bahasa lokal, semisal Sunda, Jawa atau bahasa lain. Namun, penting untuk menyuarakan Islam dalam bahasa Inggris ataupun Arab agar dapat terhubung dengan banyak organisasi di seluruh dunia dan memiliki dampak yang lebih luas.
“Jika kamu ingin lebih terlihat di level internasional, kamu harus berkomunikasi dalam bahasa Inggris, atau jika mau melakukan sesuatu di Timur Tengah, harus berbahasa Arab juga," kata Armstrong yang saat ini juga menjadi imam atau Muslim Chaplain di University of Birmingham.
Lulusan program International Visitor Leader Program (IVLP) tersebut juga menyampaikan pengalamannya berdialog dengan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah selama bertahun-tahun, termasuk kunjungannya ke Indonesia.
"Saya menyadari bahwa ada banyak pengetahuan, pemikiran dan praktik-praktik yang baik mengenai keberislaman di Indonesia,” katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Paul Armstrong mengajak untuk merefleksikan pentingnya dialog antaragama secara jernih. “Jika kamu berkomunikasi dalam interreligious dialogue, kamu mendapatkan orang-orang semisal Imam atau orang-orang yang berdedikasi di bidang agama lebih bagus. Seringkali, saya bersama beberapa tokoh Kristen, saya tidak pernah mengerti sebelumnya tentang ajaran mereka. Namun, jika saya berkomunikasi mendalam dan menghabiskan waktu bersama, ada beberapa garis yang sama,” paparnya.
Ia berkisah tentang pengalaman panjangnya dalam membangun dialog antarumat beragama di Inggris Raya. “Saya ketemu dengan banyak pemuka agama dari Kristen, Hindu dan agama lain, mereka orang-orang yang baik, hanya ajaran dan ritual agamanya saja yang berbeda. Namun, jika dalam konteks kemanusiaan, mereka adalah orang-orang yang baik,” demikian refleksi Founder Wulfruna Sufi Association ini.
“Saya sering sampaikan dalam beberapa forum, saya berimajinasi jika Nabi Muhammad, Nabi Isa dan Brahma Hindu bersama-sama dalam satu ruang dialog, mereka akan bahagia satu sama lain. Apa yang mereka ajarkan itu dalam satu garis yang sama. Dan orang-orang butuh untuk belajar terkait itu,” katanya dalam forum Pengajian Ramadhan kerja sama antara KBRI London, PCI Nahdlatul Ulama Inggris Raya, PCI Muhammadiyah Inggris Raya, KIBAR dan Firdaus Irlandia ini.
Di hadapan Muslim Indonesia di Inggris yang menyimak melalui daring, Armstrong mengajak semua untuk tidak lelah membangun dialog, bahkan dengan kelompok radikal sekalipun. “Terkait teroris atau orang-orang radikal, kita perlu membuat satu ruang dialog agar satu sama lain bisa saling berbicara. Nah, di Inggris, saya pernah membangun dialog antara orang-orang dari kelompok sayap kanan dan orang-orang Muslim. Dan mereka kemudian berdialog, berbicara satu sama lain. Dari peristiwa itu, saya berpendapat kita harus mendengar dari orang lain. Setelah itu, kita bisa bicara dengan cara yang berbeda, dan kita akan mendapatkan sesuatu bahwa kita tidak terlalu berbeda. Nah, kita butuh cara agar orang-orang saling berkomunikasi satu sama lain. Agar orang-orang itu tidak saling membunuh, satu sama lain.”
Sementara itu Duta Besar RI untuk Inggris Raya, Irlandia dan IMO Desra Percaya menyampaikan betapa penting untuk menguatkan toleransi antarumat beragama. Selain itu, Desra juga menegaskan juga bagaimana strategi-strategi untuk mengajak orang-orang ekstrem dan radikal dalam dialog lintas agama.
Ia juga menyambut baik ajakan agar Muslim Indonesia harus lebih berani untuk berdakwah dan berkontribusi di tingkat internasional.
“Dalam representasi sebagai bagian Kedutaan Besar Indonesia dan komunitas Muslim di Inggris, saya berterima kasih kepada Pak Paul Salahuddin Armstrong, atas saran-sarannya. Kami juga setuju bahwa Indonesia jangan terlalu segan atau malu. Dan iya, terkadang segan itu dianggap sebagai kelemahan, dan kami percaya kami tidak lemah,” jelasnya.
Desra juga mengharap ada dialog yang intensif sekaligus juga mengamini bahwa Muslim Indonesia diharapkan menjadi jembatan dialog, dan membangun kerja bersama untuk peran di level internasional.