Jakarta (ANTARA) -
Lima organisasi profesi medis meminta pemerintah untuk mengevaluasi proses pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen pada kelompok usia kurang dari 11 tahun seiring meningkatnya jumlah pasien tertular varian Omicron di Indonesia.
Hal ini berdasarkan sejumlah pertimbangan diantaranya, kepatuhan anak-anak usia 11 tahun ke bawah terhadap protokol kesehatan masih belum 100 persen, dan belum tersedianya atau belum lengkapnya vaksinasi anak-anak usia kurang dari 11 tahun.
"Laporan dari beberapa negara, proporsi anak yang dirawat akibat infeksi COVID-19 varian Omicron lebih banyak dibandingkan varian-varian sebelumnya," kata Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Apalagi, lanjut dia, juga telah dilaporkan transmisi lokal varian Omicron di Indonesia, bahkan sudah ada kasus meninggal karena Omicron.
Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI) Isman Firdaus mengatakan, anak berpotensi mengalami komplikasi berat, yaitu multisystem inflammatory syndrome in children associated with COVID-19 (MIS-C) dan komplikasi long COVID-19 lainnya sebagaimana dewasa yang akan berdampak pada kinerja dan kesehatan organ tubuh lainnya.
Maka berdasarkan sejumlah pertimbangan-pertimbangan, lima organisasi profesi medis yang terdiri dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Indonesia Intensif Indonesia (PERDATIN), Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengusulkan, anak-anak dan keluarga tetap diperbolehkan untuk memilih pembelajaran tatap muka atau pembelajaran jarak jauh (PJJ) berdasarkan kondisi dan profil risiko masing-masing keluarga.
Selain itu, anak-anak yang memiliki komorbid diimbau untuk memeriksakan diri terlebih dahulu ke dokter yang menangani penyakitnya. Anak-anak yang sudah melengkapi imunisasi COVID-19 dan cakap dalam melaksanakan protokol kesehatan dapat mengikuti PTM.
Dan, mekanisme kontrol dan buka tutup sekolah seyogyanya dilakukan secara transparan untuk memberikan keamanan publik.
Lima organisasi profesi itu telah mengajukan surat permohonan ke empat Kementerian, yakni Kemendikbudristek, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, serta Kementerian Dalam Negeri.
"Kami berharap pemerintah dan kementerian terkait sebagai pembuat kebijakan dapat mempertimbangkan permohonan kami demi melindungi kesehatan dan keselamatan anak Indonesia," kata Ketua Umum PAPDI, Sally Aman Nasution.