Nagan Raya (ANTARA Aceh) - Habib Muda Seunagan atau lebih dikenal masyarakat dengan sebutan "Abu Peulukung" adalah seorang tokoh ulama kharismatik sekaligus pejuang kemerdekaan bangsa Indonesia sejak tahun 1917 sampai 1972 di Provinsi Aceh.
Teuku Raja Keumangan (cucu kandung Habib Muda Seunagan), menceritakan atas semua jasa-jasa perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia, pada 10 Nomber 1998 Presiden RI Bj Habibie menganugerahi tanda kehormatan bintang jasa utama dan diterima oleh dirinya melalui Gubernur Aceh Prof Samsudin Mahmud.
Sejarah singkat diceritakan kiprah Habib Muda Seunagan lahir di Gampong (desa) Krueng Kulu, Seunagan sekitar tahun 1870, sejak berusia muda dia sudah mengikuti pertempuran-pertempuran melawan penjajah (Belanda) bersama tentara rakyat dibawah pimpinan orang tuanya Habib Syaikhuna Muhammad Yasin yang dipopulerkan dengan sebutan "Tengku Padang Si Ali".
Ketika tampuk pimpinan jatuh ke tangan Abu Habib Muda Seunagan, pejajah waktu itu memberi sebutan kepadanya dengan gelar "Tengku Puteh", yang bermakna keberanian dan kekuatanya disegani dan ditakuti lawan karena memiliki banyak tentara rakyat dari murid-murid yang belajar ajaran Islam Tariqah Syattariah di Aceh.
Bahkan dalam satu buku sejarah Aceh karangan warga Belanda menuliskan bahwa Tengku Putih adalah sebagai aktor utama dalam satu penyergapan terhadap salah seorang petinggi militer Belanda dalam sebuah perperangan.
Meskipun kekuatan penjajah semakin bertambah dan semakin luas menguasai wilayah Aceh sehingga masuk ke wilayah Jeuram masa itu Aceh Barat di bawah Komando Letnan Smit, akan tetap saja pasukan tentara rakyat muslim berhasil mengusirnya, sampai saat ini monumen sejarah benteng tua peninggalan Belanda masih ada di kawasan itu.
"Dari lima benteng sejarah peninggalan Belanda di Aceh yang paling besar, salah satunya berada di Jeuram yang saat ini telah menjadi nama ibu kota Kabupaten Nagan Raya," sebut pria yang akrap disapa TRK ini.
Setelah bangsa Indonesia menyatakan merdeka dari penjajahan yang ditandai dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Presiden RI pertama Sukarno-Hatta, Habib Muda Seunagan merupakan pimpinan tentara rakyat yang menyambut gembira mendukung kemerdekaan RI.
Perjuangan Habib Muda tidak sampai disitu, tapi juga membersihkan sisa-sisa penjajah dengan mengirimkan 160 orang pasukan tentara rakyat dipimpin Panglima Prang Syeh Nagroe, untuk berperang bersama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Front Tapanuli Utara pada Agresi ke II, tahun 1947.
Kemudian sampai pada saat terjadi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Aceh tahun 1953, Habib Muda Seunagan bersama ulama Aceh lainnya yakni Tengku Hasan Krueng Kalee dan Syeh Haji Muda Wali menyatakan sikap untuk menolak keras pemberontakan yang dipimpin M Daud Beureu’eh itu.
Habib Muda Seunagan kemudian membentuk Organisasi Pagar Desa (OPD) dengan lebih kurang 5.000 pasukan pedang panjang untuk membantu pemerintah bersama ABRI menghadapi pemberontakan tersebut.
Bahkan dirinya sempat menjadi salah seorang yang berjasa melawan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Pulau Jawa. peran tokoh ulama asal Aceh ini menyelamatkan rakyat yang tidak bersalah dari berbagai ancaman terjadi waktu itu.
"Selain ulama, pada pribadi beliau juga ada sifat umara (pemimpin), beliau berpegang teguh kepada Alquran dan Hadist terutama terhadap perintah untuk mentaati Allah SWT dan pemimpin bangsa Indonesia, karenanya waktu itu ketiga ulama Aceh ini menolak pemberontakan DI-TI," kata TRK.
Silsilah
Karena jasanya, pada tahun 1958, Habib Muda Seunagan diundang oleh Presiden RI yang akrap disapa Bung Karno ke istana sebagai tamu negara, sebagai cindera mata kepala negara menghadiahkan kepadanya satu unit mobil Jeep Land Rover.
Setelah sekitar 80 tahun perjuangan panjang merebut kemerdekaan bangsa, pada tahun 1972 Abu Habib Muda Seunagan menghembuskan nafas terakhir dikediamanya. Dua hari sebelum wafat dirinya menerima kunjungan Panglima Kodam Iskandar Muda Brigjend Aang Kunaifi.
Mengetahui hampir tutup usia, Abu Habib Muda Seunagan menyerahkan seluruh murid dan pengikutnya kepada pemerintah Indonesia melalui pejabat militer tersebut dengan penyampaian kata-kata filosofi membuat semua yang hadir tidak sanggup menahan kucuran air mata, seolah mengisyaratkan kepergiannya.
"Apabila murid saya salah, dicegah, halang ditolong, langsung ditarik, sehingga semua pengikut saya sah sebagai hamba Allah SWT dan umat Nabi Muhammad SAW, itulah kata terakhir beliau sampaikan saat menyerahkan murid-muridnya kepada pemerintah melalui perantara Pangdam IM waktu itu," jelas TRK seraya meniru sebagian ucapan Habib Muda Seunagan.
Makna filosofi disampaikan itu karena keyakinannya terhadap Pemerintah Indonesia adalah merupakan Ulil Amri (pemimpin) sebagaimana petunjuk dalam ayat Al-quran yang berbunnyi "Ya ayyuhallazina amanu Atthii'ullaha waathi'urrasul wa ulil amri mingkum" artinya (wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah SWT dan Rasul dan pemimpin yang sah diantara kamu).
Pemerintah dan pemimpin yang sah menurut keyakinan Habib Muda Seunagan dan pengikutnya adalah Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, karena itu beliau tidak memberontak bahkan menolak setiap gerakan pemberontak NKRI.
Kendaraan kuno pemberian Presiden RI pertama tersebut, saat ini masih tersimpan dan mulai dimodivikasi oleh Bupati Nagan Raya Drs H T Zulkarnaini (cucu kandung Habib Muda Seunagan), mobil tersebut rencananya akan dimuseumkan sebagai saksi sejarah untuk anak cucu di masa mendatang.
Setelah kepergian ulama kharismatik sekaligus pejuang asal Aceh ini, tampuk pimpinan murid dan pengikut Tarikat Syattariah di Aceh dilanjutkan oleh anak kandung tertuanya yakni Abu Habib Qurysy. Setelah Habib Qurysy wafat tahun 1997, kemudian mursyid (guru) terhadap murid dan pengikut Tariqah Syattariah sampai tahun 2015 ini pimpinan Abu Habib Kudrat Bin Habib Muda Seunagan.
Ada beberapa peninggalan bersejarah karena peran Habib Muda Seunagan yang sampai saat ini dinikmati masyarakat Nagan Raya yang mayoritas petani yaitu pembangunan saluran irigasi untuk sawah petani yang kini diberinama "Lhung Abu" sepanjang 25 kilometer.
Kemudian nama Habib Muda Seunagan juga dijadikan sebagai nama jalan utama Suka Makmue dengan lebar 60 meter yang merupakan jalan ibu kota Kabupaten Nagan Raya, sebagai bentuk penghargaan pemerintah daerah terhadap sosok pejuang sekaligus ulama kharismatik berasal dari sana.
"Banyak peningalan beliau yang mungkin tidak bertuliskan nama, tapi masyarakat Aceh tahu akan hal itu adalah hasil perjuangan semasa hidupnya. Semoga jasa beliau mendapat keridhaan Allah SWT," demikian Teuku Raja Keumangan.
Teuku Raja Keumangan (cucu kandung Habib Muda Seunagan), menceritakan atas semua jasa-jasa perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia, pada 10 Nomber 1998 Presiden RI Bj Habibie menganugerahi tanda kehormatan bintang jasa utama dan diterima oleh dirinya melalui Gubernur Aceh Prof Samsudin Mahmud.
Sejarah singkat diceritakan kiprah Habib Muda Seunagan lahir di Gampong (desa) Krueng Kulu, Seunagan sekitar tahun 1870, sejak berusia muda dia sudah mengikuti pertempuran-pertempuran melawan penjajah (Belanda) bersama tentara rakyat dibawah pimpinan orang tuanya Habib Syaikhuna Muhammad Yasin yang dipopulerkan dengan sebutan "Tengku Padang Si Ali".
Ketika tampuk pimpinan jatuh ke tangan Abu Habib Muda Seunagan, pejajah waktu itu memberi sebutan kepadanya dengan gelar "Tengku Puteh", yang bermakna keberanian dan kekuatanya disegani dan ditakuti lawan karena memiliki banyak tentara rakyat dari murid-murid yang belajar ajaran Islam Tariqah Syattariah di Aceh.
Bahkan dalam satu buku sejarah Aceh karangan warga Belanda menuliskan bahwa Tengku Putih adalah sebagai aktor utama dalam satu penyergapan terhadap salah seorang petinggi militer Belanda dalam sebuah perperangan.
Meskipun kekuatan penjajah semakin bertambah dan semakin luas menguasai wilayah Aceh sehingga masuk ke wilayah Jeuram masa itu Aceh Barat di bawah Komando Letnan Smit, akan tetap saja pasukan tentara rakyat muslim berhasil mengusirnya, sampai saat ini monumen sejarah benteng tua peninggalan Belanda masih ada di kawasan itu.
"Dari lima benteng sejarah peninggalan Belanda di Aceh yang paling besar, salah satunya berada di Jeuram yang saat ini telah menjadi nama ibu kota Kabupaten Nagan Raya," sebut pria yang akrap disapa TRK ini.
Setelah bangsa Indonesia menyatakan merdeka dari penjajahan yang ditandai dengan pembacaan Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Presiden RI pertama Sukarno-Hatta, Habib Muda Seunagan merupakan pimpinan tentara rakyat yang menyambut gembira mendukung kemerdekaan RI.
Perjuangan Habib Muda tidak sampai disitu, tapi juga membersihkan sisa-sisa penjajah dengan mengirimkan 160 orang pasukan tentara rakyat dipimpin Panglima Prang Syeh Nagroe, untuk berperang bersama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Front Tapanuli Utara pada Agresi ke II, tahun 1947.
Kemudian sampai pada saat terjadi pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Aceh tahun 1953, Habib Muda Seunagan bersama ulama Aceh lainnya yakni Tengku Hasan Krueng Kalee dan Syeh Haji Muda Wali menyatakan sikap untuk menolak keras pemberontakan yang dipimpin M Daud Beureu’eh itu.
Habib Muda Seunagan kemudian membentuk Organisasi Pagar Desa (OPD) dengan lebih kurang 5.000 pasukan pedang panjang untuk membantu pemerintah bersama ABRI menghadapi pemberontakan tersebut.
Bahkan dirinya sempat menjadi salah seorang yang berjasa melawan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Pulau Jawa. peran tokoh ulama asal Aceh ini menyelamatkan rakyat yang tidak bersalah dari berbagai ancaman terjadi waktu itu.
"Selain ulama, pada pribadi beliau juga ada sifat umara (pemimpin), beliau berpegang teguh kepada Alquran dan Hadist terutama terhadap perintah untuk mentaati Allah SWT dan pemimpin bangsa Indonesia, karenanya waktu itu ketiga ulama Aceh ini menolak pemberontakan DI-TI," kata TRK.
Silsilah
Karena jasanya, pada tahun 1958, Habib Muda Seunagan diundang oleh Presiden RI yang akrap disapa Bung Karno ke istana sebagai tamu negara, sebagai cindera mata kepala negara menghadiahkan kepadanya satu unit mobil Jeep Land Rover.
Setelah sekitar 80 tahun perjuangan panjang merebut kemerdekaan bangsa, pada tahun 1972 Abu Habib Muda Seunagan menghembuskan nafas terakhir dikediamanya. Dua hari sebelum wafat dirinya menerima kunjungan Panglima Kodam Iskandar Muda Brigjend Aang Kunaifi.
Mengetahui hampir tutup usia, Abu Habib Muda Seunagan menyerahkan seluruh murid dan pengikutnya kepada pemerintah Indonesia melalui pejabat militer tersebut dengan penyampaian kata-kata filosofi membuat semua yang hadir tidak sanggup menahan kucuran air mata, seolah mengisyaratkan kepergiannya.
"Apabila murid saya salah, dicegah, halang ditolong, langsung ditarik, sehingga semua pengikut saya sah sebagai hamba Allah SWT dan umat Nabi Muhammad SAW, itulah kata terakhir beliau sampaikan saat menyerahkan murid-muridnya kepada pemerintah melalui perantara Pangdam IM waktu itu," jelas TRK seraya meniru sebagian ucapan Habib Muda Seunagan.
Makna filosofi disampaikan itu karena keyakinannya terhadap Pemerintah Indonesia adalah merupakan Ulil Amri (pemimpin) sebagaimana petunjuk dalam ayat Al-quran yang berbunnyi "Ya ayyuhallazina amanu Atthii'ullaha waathi'urrasul wa ulil amri mingkum" artinya (wahai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah SWT dan Rasul dan pemimpin yang sah diantara kamu).
Pemerintah dan pemimpin yang sah menurut keyakinan Habib Muda Seunagan dan pengikutnya adalah Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, karena itu beliau tidak memberontak bahkan menolak setiap gerakan pemberontak NKRI.
Kendaraan kuno pemberian Presiden RI pertama tersebut, saat ini masih tersimpan dan mulai dimodivikasi oleh Bupati Nagan Raya Drs H T Zulkarnaini (cucu kandung Habib Muda Seunagan), mobil tersebut rencananya akan dimuseumkan sebagai saksi sejarah untuk anak cucu di masa mendatang.
Setelah kepergian ulama kharismatik sekaligus pejuang asal Aceh ini, tampuk pimpinan murid dan pengikut Tarikat Syattariah di Aceh dilanjutkan oleh anak kandung tertuanya yakni Abu Habib Qurysy. Setelah Habib Qurysy wafat tahun 1997, kemudian mursyid (guru) terhadap murid dan pengikut Tariqah Syattariah sampai tahun 2015 ini pimpinan Abu Habib Kudrat Bin Habib Muda Seunagan.
Ada beberapa peninggalan bersejarah karena peran Habib Muda Seunagan yang sampai saat ini dinikmati masyarakat Nagan Raya yang mayoritas petani yaitu pembangunan saluran irigasi untuk sawah petani yang kini diberinama "Lhung Abu" sepanjang 25 kilometer.
Kemudian nama Habib Muda Seunagan juga dijadikan sebagai nama jalan utama Suka Makmue dengan lebar 60 meter yang merupakan jalan ibu kota Kabupaten Nagan Raya, sebagai bentuk penghargaan pemerintah daerah terhadap sosok pejuang sekaligus ulama kharismatik berasal dari sana.
"Banyak peningalan beliau yang mungkin tidak bertuliskan nama, tapi masyarakat Aceh tahu akan hal itu adalah hasil perjuangan semasa hidupnya. Semoga jasa beliau mendapat keridhaan Allah SWT," demikian Teuku Raja Keumangan.