"Jadi memang harus ada perhatian pemerintah untuk meningkatkan kembali tanaman kakao di Aceh, salah satu cara dengan rehabilitasi," kata Ketua Forum Kakao Aceh T Iskandar, di Banda Aceh, Senin.
Iskandar menyebutkan luas kebun kakao milik rakyat di Aceh saat ini sekitar 100 ribu hektare yang tersebar di sepuluh kabupaten/kota. Namun, hampir semuanya tanamannya sudah tua.
Dari lahan 100 ribu hektare tersebut hampir semuanya sudah berumur 20 tahun lebih, sehingga tidak banyak lagi menghasilkan buah.
"Dari jumlah lahan tersebut, terdapat 125 ribu kepala keluarga tani yang terlibat," ujarnya.
Iskandar mengatakan kakao usia muda lebih produktif, dapat menghasilkan satu ton biji kering per hektare, ketimbang hasil dari tanaman yang sudah tua.
"Kalau produktivitas kakao di Aceh saat ini hanya berkisar antara 500 sampai 600 kilogram biji kering per hektare dan itu karena tanamannya sudah tua," katanya.
Iskandar mengatakan maksimal tanaman kakao produktif hanya sampai 16 tahun. Jika sudah melewati batas tersebut maka buahnya semakin berkurang.
Maka dari itu, lanjut Iskandar, petani sangat memerlukan dukungan pemerintah untuk membuat program peremajaan atau rehabilitasi tanaman kakao dan dilakukan secara bebertahap.
"Artinya pemerintah tidak harus membangun kembali kebun rakyat, melainkan cukup dengan replanting dan rehabilitasi tanaman di lahan yang sudah ada, itu dihidupkan kembali," ujarnya.
Dirinya menambahkan, tanaman kakao ini perlu diperhatikan pemerintah karena dapat meningkatkan ekonomi para petani, apalagi berstatus sebagai perkebunan rakyat.
"Bahkan, kakao bisa dijual setiap hari dua sampai tiga kilogram, dan cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah para petani, karena itu tanaman kakao sangat membantu ekonomi rakyat," demikian Iskandar.