Kuala Simpang (ANTARA) - Perusahaan perkebunan PT Anugerah Sekumur diduga telah menyerobot dan merusak lahan serta tanaman pohon sengon milik kelompok tani (Poktan) di Desa Pematang Durian, Kecamatan Sekerak, Aceh Tamiang.
"Lahan dan tanaman pohon yang dirusak oleh perusahaan diketahui milik Mustafa Ramadhan Banurea. Dia masih tercatat sebagai anggota Poktan Karya Nyata di Kampung Pematang Durian, Sekrak," kata Direktur Eksekutif LSM LembAHtari Said Zainal dihubungi dari Kuala Simpang, Jumat.
Diungkapkan Said Zainal perusakan itu terjadi pada Jumat 12 Agustus 2022. Saat itu PT Anugerah Sekumur (PT AS) mengerahkan tiga unit alat berat excavator masuk ke lahan warga langsung menumbangi pohon yang ada di dalamnya.
Luas lahan yang sudah didoser sekitar 10 hektare. Informasi diperoleh LembAHtari beko-beko tersebut akan membuat jalan atas perintah bos perusahaan. Warga juga sempat bersitegang mengusir excavator keluar dari lokasi.
"Recana mereka (perusahaan) akan membuat jalan masuk ke lahan garapan kelompok. Dengan alat beratnya mereka membabat tanaman jenis pohon sengon dan jabon yang telah berusia 10-11 tahun rata dengan tanah," ungkap Said.
Atas insiden perusakan lahan tersebut Said Zainal merasa terpanggil untuk mendampingi kelompok tani Karya Nyata untuk membantu patani mencari keadilan. Adapun luas lahan yang dikelola Poktan Karya Nyata selama ini berkisar 250 hektare dengan jumlah anggota sebanyak 125 orang.
"Kita bersedia kalau diminta dampingi kelompok tani buat laporan ke polisi dengan bukti data-data lama yang masih ada sama LembAHtari," ucap Said.
Alasan LSM LembAHtari ikut berjuang bersama warga Pematang Durian dikarenakan pada 2010 lembaganya pernah ada andil mendampingi masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani Karya Nyata tersebut. Gebrakan LembAHtari kala itu, ulas Said Zainal mendapat respon dari DPRK Aceh Tamiang yang kemudian turun ke lapangan melakukan Panitia Khusus (Pansus), meskipun tidak ada penyelesaian secara konkret hitam di atas putih.
Dalam rentang waktu yang panjang ini lebih dari satu dekade (2010-2022) kelompok tani yang telah memegang izin garap terus menanam pohon kayu hutan karena tidak dibenarkan menanam komoditi kelapa sawit.
Namun ketika tanaman kayu keras sudah bernilai bisnis Koptan terkesan 'diganggu' lagi oleh perusahaan pemegang HGU di kawasan itu.
"Mereka (Poktan) rata-rata tanaman sengon dan jambon karena pada 2009 lahan itu pernah dicadangkan dalam program revitalisasi. Namun lokasi tersebut diklaim masuk dalam HGU PT Anugerah Sekumur yang bersebelahan dengan PT Semadam yang bergerak disektor kebun sawit," ulas Said.
Lebih lanjut diceritakan Said Zainal pada Agustus 2018, Pemda Aceh Tamiang pernah membentuk Tim Koordinasi Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Pelaksanaan Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit Nomor: 1457/2018. Tim terdiri dari pengawas, koordinasi, evaluasi dan teknis yang diprakarsai oleh salah satu LSM dan Bupati Aceh Tamiang sebagai penanggung jawab.
"Nah, ketika muncul konflik agraria ini lagi seharusnya tim tersebut tanggap terhadap kasus yang menimpa Banurea dkk, sebab lahan tersebut merupakan program revitalisasi lahan yang dibuat oleh pemerintah," tegasnya.
Said Zainal juga minta para wakil rakyat di DPRK Aceh Tamiang harus peka terhadap kejadian yang menimpa rakyatnya terkait konflik lahan antara warga dan perusahaan perkebunan.
"Hari ini yang terjadi perusahaan main klaim dan rusak terus. Padahal untuk mendapatkan lahan itu kelompok tani tidak pernah merampas milik perusahaan. Tapi mereka di SK-kan oleh pemerintah melalui Bupati Aceh Tamiang untuk mengelola lahan tersebut," jelasnya.
Said Zainal menyatakan tahu persis tentang kepemilikan HGU PT Anugerah Sekumur. Dari pengajuan awal 850 hektare untuk dikelola, tapi disinyalir hanya sekitar 200 hektare saja yang tertanami kelapa sawit. Ada apa?.
"Saya minta pemerintah daerah dan DPRK Aceh Tamiang meninjau ulang legalitas izin HGU PT tersebut," pungkasnya.