Banda Aceh (ANTARA) - Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh percepat penarikan sejumlah produk obat sirup yang telah dicabut izin edarnya oleh BPOM pusat.
"Kita sepakat menarik secepatnya produk tersebut dari pasaran dan outlet untuk dikembalikan ke distributor, targetnya selesai sampai akhir pekan ini," kata Kepala BBPOM Banda Aceh Yudi Noviandi, di Banda Aceh, Selasa.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mencabut Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari tiga perusahaan farmasi swasta di Indonesia sebab terbukti menggunakan bahan baku senyawa kimia melebihi ambang batas aman.
Ketiga perusahaan yang menerima sanksi di antaranya PT Yarindo Farmatama, PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Farma.
Terkait hal itu, kata Yudi, pihaknya telah melakukan koordinasi serta konsolidasi dengan para distributor dan penanggung jawab outlet di Aceh, baik itu apoteker, tenaga teknis afarmasian, juga penanggung jawab obat di instalasi farmasi mulai tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Yudi menjelaskan, dari tiga perusahaan obat tersebut, hanya produk dari PT Yarindo Farmatama yang tidak beredar di Aceh. Sedangkan obat PT Universal Pharmaceutical Industries dan PT Afi Farma tersebar banyak di tanah rencong.
Yudi menyebutkan, untuk produk obat dari PT Universal Pharmaceutical Industries di Aceh lebih banyak terdistribusi ke apotek dan toko obat. Sedangkan PT Afi Farma lebih banyak pada instalasi farmasi di pemerintahan seperti rumah sakit hingga Puskesmas.
"Produk Afi Farma ini lebih banyak karena tersedia di E-katalog, jadi pengadaan pemerintah itu rata-rata brandnya dari produk Afi Farma," ujarnya.
Yudi mendorong, karena status produk obat sirup Afi Farma tersebut sudah ilegal, diharapkan pemerintah daerah segera melakukan return mengingat peredarannya tidak diizinkan lagi di Indonesia
"Jadi untuk semua produk obat sirop dari perusahaan tersebut akan hilang selamanya dari pasaran. Kecuali dia mengusulkan nama produk lain, baru diperbolehkan," katanya.
Yudi menambahkan, untuk data berapa jumlah obat sirup tersebut beredar di Aceh, saat ini belum dapat disampaikan karena masih menunggu laporan pendataan dari distributor.
"Penarikan sendiri dilakukan oleh industri farmasi, untuk di daerah didelegasikan oleh PBS nya.
Sementara BBPOM tugasnya memantau agar penarikan dilakukan secepatnya," demikian Yudi Noviandi.