Penggunaan krim masker secara rutin selama satu bulan dapat memperlihatkan perubahan yang signifikan pada kulit, seperti kulit tampak lebih lembab, lebih sehat, dan lebih cerah. Penggunaan lebih lanjut akan menunjukkan berkurangnya noda hitam pada kulit, berkurangnya lingkaran hitam pada mata, dan berkurangnya kerutan pada kulit wajah.
"Biji markisa ini diekstrak dengan pelarut yang relatif aman dan diformulasi menjadi masker dengan bahan-bahan yang non-iritan dan aman untuk kulit. Oleh karena itu produk ini diharapkan tidak menyebabkan efek samping," kata Raditya.
Ia mengatakan pengembangan produk inovasi tersebut memerlukan waktu kurang lebih satu tahun penelitian, meliputi proses optimasi metode ekstraksi, fraksinasi, dan formulasi produk. Bersama dengan Raditya, Tim Riset FFUI terdiri atas Prof. Dr. apt. Berna Elya M.Si. dan apt. Selvia Wiliantari M.Si.
"Harapan saya ke depannya produk ini dapat dikembangkan dan dihilirisasi menjadi suatu produk yang dapat dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat," ujarnya.
Riset yang dilakukan ini mendapatkan pendanaan hibah Publikasi Terindeks Internasional (PUTI) yang diselenggarakan Direktorat Riset dan Pengembangan Universitas Indonesia (Risbang UI).
Hibah ini terdiri atas PUTI Q1, PUTI Q2, PUTI Pascasarjana (Q3), dan PUTI Review Article (RA) Q1. Inovasi krim masker dari ekstrak biji markisa ini mendapatkan hibah PUTI Pascasarjana (Q3) yang merupakan pelaksanaan riset bersama dengan mahasiswa pascasarjana (magister atau doktoral) untuk menghasilkan artikel di jurnal internasional terindeks Scopus atau jurnal dengan cite score/impact factor yang tinggi dengan peringkat Q3 di Scimago JR.
Peneliti hasilkan masker kaya antioksidan dari biji markisa
Rabu, 19 April 2023 9:43 WIB