Banda Aceh (ANTARA) - Sebuah kapal layar berukuran sehasta tangan, berbalut daun pisang yang telah dikeringkan dipajang di atas meja berukuran 2 x 1 meter itu, isi di dalamnya kue timpan dan kue seupet yang ditata laksana layar kapal.
Di bawah kapal, kue bhoi bentuk ikan ragam ukuran ditaruh tak beraturan. Ada juga kue menyerupai bintang laut hingga karang dicampur menjadi satu. Di sampingnya, sebuah peti berisi kue loyang dan ragam cemilan lain dibiarkan setengah terbuka.
“Sabang itu kaya dengan hasil bawah laut. Jadi ini menggambarkan ikan-ikan, karang lautan, aneka ikan hias, bintang laut jadi aneka ragam kekayaan bawah laut kita juga punya, selain kekayaan di darat kayak cengkeh,” kata Penggerak Swadaya Masyarakat Seksi Kerja Sama Ekonomi Dinas Pariwisata Kota Sabang Yunita Herawati, Minggu (5/11).
Timpan yang disuguhkan terbuat dari tepung dengan isi serikaya atau kelapa dan dibalut dengan daun pisang. Sedangkan kue seupet yang menjadi layar kapal, dibuat dengan cara dijepit menggunakan dua lempeng besi sambil dibakar dengan tungku arang batok kelapa. Proses dan bahannya sederhana tapi bagi warga Aceh, kue ini sangat istimewa.
Kue bhoi juga salah cemilan yang digemari masyarakat. Bentuknya aneka macam namun lazim menyerupai ikan. Kue-kue kering lain yang disajikan rata-rata sudah tidak asing bagi warga Aceh.
Beragam cemilan itu sengaja ditata bak di sebuah lautan. Panitia anjungan bertema ‘The Golden Island’ yang bermakna tanah dari surga itu juga punya alasan tersendiri memilih kue-kue yang dipamerkan.
Yunita menyebutkan, kota paling ujung barat Indonesia itu dulunya dikenal sebagai daerah perdagangan bebas. Banyak kapal dari luar negeri singgah untuk mengisi air atau melakukan perdagangan.
Di pulau seluas 122,1 kilometer persegi itu terdapat kebun merica dan cengkeh yang masyhur di luar negeri. Banyak pedagang dari negara lain melirik Sabang sebagai daerah penghasil rempah.
Rempah yang dihasilkan itu punya kaitan dengan cemilan yang disajikan. Beberapa jenis kue yang dipamerkan memang bukan khas Sabang tapi Aceh secara keseluruhan.
“Yang khas Sabang bakpia sama wajik, itu yang menandakan daripada kilometer nol yang ada di Sabang,” jelasnya.
Kue bakpia ikut ditaruh di bawah kapal tadi. Menurut Yunita, pihaknya menata kue sedemikian rupa karena mengikuti tema Jalur Rempah yang digaungkan dalam Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) ke-8.
“Sesuai tema tadi jalur rempah dan letaknya strategis tadi, maka kita buatkan kapal layar supaya mengarah dengan tema. Kapal layar ini kita isi seperti harta karunnya Sabang,” ujarnya.
“Ini peti harta karunnya Sabang. Jadi dulu kalau jalur perdagangan, kita gambarkan dari kue-kue tadi ada kembang loyang, kue bhoi, bakpia, ada bada retek,” lanjut Yunita sambil menunjukkan peti tersebut.
Selain kue, di meja juga dicampurkan beberapa jenis rempah seperti cengkeh, pala, kayu manis, dan bunga lawang. Kehadiran stand berisi aneka kue khas Aceh itu menarik perhatian pengunjung PKA-8 di Taman Sulthanah Safiatuddin, Banda Aceh.
Penjabat Wali Kota Sabang Reza Fahlevi, mengatakan daerah yang dipimpinnya mengangkat tema lima jalur rempah yang terdiri dari sejarah, kesenian, wastra, kuliner dan rempah.
Khusus kuliner terdapat atraksi yang ditampilkan ibu-ibu PKK Kota Sabang, ibu PKK Jaboi, dan Dispar Kota Sabang.
“Pada jalur rempah, Sabang terkenal dengan cengkeh, pala, pinang, dan lain-lain. Kemudian disuguhkan pula produk hasil rempah yang diolah seperti manisan pala, sirup pala, manisan belimbing, sirup belimbing, minyak VCO dan lain-lain, serta dipertunjukkan beberapa atraksi pengolahannya secara langsung,” kata Reza.
Baca juga: Kontingen Kota Sabang toreh prestasi dalam perlombaan PKA 8
Cemilan 'Harta Karun' di The Golden Island Sabang
Sabtu, 11 November 2023 17:57 WIB