Kemudian, BKSDA juga mencatat interaksi negatif manusia dan harimau sumatera sebanyak 113 kejadian dengan rincian 9 kejadian pada 2019, 39 pada 2020, 33 kejadian 2021, 20 kejadian 2022, dan 12 kejadian pada Januari-Oktober 2023.
Dirinya menyebutkan, interaksi manusia dan harimau sumatra tersebut paling sering terjadi di Aceh Selatan tercatat 38 kejadian, lalu di Aceh Timur 14 kejadian, dan 10 kejadian di Subulussalam.
"Kalau kita lihat dari data memang tinggi di Aceh Selatan, apalagi sering akhir-akhir ini terdengar kabar kemunculan harimau di pinggir jalan, sebenarnya itu kebiasaan harimau betina yang sedang beranak untuk menghindari harimau jantan," katanya.
Selanjutnya, interaksi negatif orangutan juga terjadi di Aceh, tercatat ada 91 kejadian dalam lima tahun terakhir. Yakni, 29 pada 2019, 23 kejadian 2020, 22 kejadian pada 2021, 8 pada 2022, dan 9 kejadian pada Januari-Oktober 2023.
Kejadian paling tinggi terjadi di Aceh Selatan dengan jumlah 35 kejadian, lalu 28 di Subulussalam, 12 Aceh Tamiang, dan 10 kejadian di Aceh Tenggara.
Dalam kesempatan ini, Gunawan menyampaikan, BKSDA Aceh telah melakukan berbagai upaya untuk menghindari terjadi konflik manusia dan satwa lindung antara lain yang sudah dilakukan adalah pemasangan kalung GPS Collar sebagai sistem peringatan dini (Early Warning System) pada 18 perwakilan kelompok gajah liar.
Namun, sejak Juni 2023 lalu, kalung GPS Collar yang telah dipasang terpaksa dilepaskan kembali karena satelit yang digunakan pada GPS tidak melintas lagi di Indonesia sehingga harus menggunakan GPS Collar yang terbaru.
"Saat ini kita sedang membeli beberapa GPS lagi untuk memantau pergerakan gajah agar tidak terjadi interaksi negatif," demikian Gunawan.
Baca juga: Gajah liar melintas di Jalan Tol Trans Sumatera, kok bisa?