Di mana, pihaknya melatih para 150 penyuluh dari masyarakat lokal yang berada di sekitar kawasan hutan dalam upaya pemulihan.
Keempat, DLHK juga memberikan akses legal masyarakat melalui perhutanan sosial dan hutan adat. Terakhir yang sudah berjalan di 86 unit atau di kawasan sekitar 162.288 hektare.
Selanjutnya, juga dilaksanakan pendampingan operasional perhutanan sosial yang telah terbit persetujuan baik dalam hal kualitas, keberlanjutan, hilirisasi, nilai tambah komoditi dan pasar.
"Tujuannya juga untuk membangun ownership. Di mana masyarakat akan menjaga secara sukarela," katanya.
Lalu, membuat rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut (RPPEG), terutama yang berada di dalam area penggunaan lain (APL).
Ketujuh, peningkatan produktivitas dan intensifikasi pemanfaatan lahan budidaya melalui koordinasi lintas sektor, sehingga ada dukungan alat ekonomi produktif.
Berikutnya, DLHK Aceh juga meningkatkan koordinasi lintas sektor untuk mendorong kepatuhan terhadap tata ruang.
"Terakhir adalah mengembangkan sistem monitoring dan kemitraan, peringatan dini, smart patrol untuk mengatasi masifnya kegiatan deforestasi," ujarnya.
Dirinya menambahkan, dalam pencegahan deforestasi, DLHK Aceh tentunya juga menjadi pihak yang sangat membutuhkan data informasi termasuk indikasi kejadiannya.
'Ini menjadi dasar bagaimana penanganan dan upaya menghindari agar kejadian deforestasi itu tidak terjadi secara masif," demikian Dedek Hadi.*
Baca juga: Apel Green: Kerusakan hutan di Nagan Raya capai 972 hektare