Banda Aceh (ANTARA) - Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh menyebut produksi komoditas cabai merah di daerah itu mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat per tahun, bahkan dapat menyuplai ke provinsi lain di Indonesia.
Kepala Bidang Hortikultura Distanbun Aceh Chairil Anwar, Rabu, mengatakan kenaikan harga cabai merah yang terjadi di Aceh lantaran saat ini daerah berjulukan tanah rencong ini belum memasuki musim panen cabai merah. Pada saat yang sama, permintaan pasar agak meningkat karena memasuki bulan Ramadan.
“Saat ini belum panen besar, panennya masih sedikit sehingga terjadi lonjakan harga,” kata Chairil di Banda Aceh.
Baca juga: Harga cabai merah makin 'pedas' di Aceh, tembus Rp80 ribu per kg
Harga cabai merah ditingkat pengecer mengalami kenaikan di Aceh berkisar Rp70 ribu/kilogram (Kg), bahkan kenaikan tertinggi terpantau di Kabupaten Aceh Barat Daya yang pada pekan ini mencapai Rp80 ribu/Kg.
Kenaikan harga komoditas cabai merah dan beras menjadi penyumbang terbesar inflasi Aceh, yang pada bulan Februari 2024 berada di angka 0,73 persen (month-to-month). Data BPS Aceh menyatakan, komoditas yang dominan terhadap inflasi bulanan yaitu cabai merah, mencapai 0.34 persen.
Data Distanbun Aceh, pada 2023 produksi cabai merah di Aceh mencapai 99.476 ton dengan luas panen 8.199 hektare.
Kemudian pada 2022, produksi cabai merah Aceh sebanyak 98.084 ton, dengan luas panen 7.015 hektare. Sementara untuk kebutuhan cabai merah bagi masyarakat Aceh sebanyak 19.268 ton per tahun.
Menurut Chairil, daerah-daerah sentral produksi cabai merah di Aceh masih di wilayah Aceh bagian tengah, yang merupakan daratan tinggi gayo. Petani Aceh untuk menanam cabai masih bergantung pada kondisi iklim, terutama pada musim hujan.
Saat ini, petani di Aceh sedang dalam masa penanaman cabai merah. Dengan melihat sasaran tanam, sasaran panen, maka pihaknya memprediksikan, panen raya cabai merah di Aceh akan terjadi pada Juni atau September.
“Cabai ini kan butuh air. Karena kebanyakan ditanamnya di tataran tinggi, sehingga mereka lebih mengharapkan daripada curah hujan,” ujarnya.
Di sisi lain, ia menambahkan, petani daerah sentral cabai Aceh ini juga kerap menyuplai kebutuhan cabai ke daerah lain luar Aceh.
“Mereka juga ada yang sudah terikat kontrak dengan pihak (buyer) luar provinsi lain, jadi mereka harus memenuhi kontrak mereka,” ujarnya.
Baca juga: Beras dan cabai merah penyumbang tertinggi inflasi Aceh jelang Ramadhan