Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Imam Budi Santoso menjelaskan bahwa Aceh dipilih sebagai salah satu dari 10 provinsi penyelenggara program ini karena latar belakang sejarahnya yang kaya akan sastra dan budaya.
"Aceh memiliki sejarah yang kaya dalam sastra dan budaya, dengan tokoh-tokoh besar seperti Hamzah Fansuri dan Ali Hasjmy. Melalui teater, kami ingin melibatkan generasi muda untuk menjaga keberlanjutan bahasa daerah," katanya.
Festival berbahasa daerah ini, kata Imam, merupakan inovasi baru dari pemerintah untuk merespons kekhawatiran UNESCO terkait kepunahan bahasa daerah. Data menunjukkan 200 bahasa di dunia telah punah dalam 30 tahun terakhir, termasuk 11 bahasa di Indonesia.
Meskipun bahasa Aceh berdasarkan kajian vitalitas masih dikategorikan aman, dirinya tetep mengingatkan pentingnya regenerasi melalui penggunaan bahasa dalam keluarga dan masyarakat.
Baca: BBPA: 24 delegasi Aceh siap tampilkan kebudayaan lokal di FTBIN
“Jika bahasa Aceh tidak lagi digunakan sebagai alat komunikasi sehari-hari, baik di keluarga maupun masyarakat, tidak sampai 100 tahun ke depan, bahasa ini hanya akan menjadi cerita,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, program ini juga sejalan dengan Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI) yang melibatkan siswa SD dan SMP. Untuk tingkat SMA/SMK, seni teater dipilih karena lebih relevan dan mampu mendorong kolaborasi antar siswa.
Teater berbahasa daerah ini menjadi pilihan karena menggabungkan pelestarian budaya dan ekspresi seni.
Ia menekankan, bahwa penting adanya sinergitas antara pemerintah daerah, komunitas, dan masyarakat dalam menghidupkan kembali penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda.
“Tanpa dukungan masyarakat dan pemerintah daerah, upaya pelestarian bahasa dan sastra akan sia-sia. Mari bersama menjaga bahasa kita agar tidak hanya menjadi cerita bagi generasi mendatang,” demikian Imam Budi Santoso.
Baca: Balai Bahasa: FTBI 2024 untuk memotivasi generasi muda lestarikan bahasa ibu