Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Aceh mengajak warga setempat untuk terlibat secara langsung mengelola hutan di Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
"Upaya patroli pencegahan, harus ditingkatkan. Salah satunya dengan mendorong keterlibatan masyarakat untuk ikut mencegah," ucap Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo di Banda Aceh, Rabu.
Ia mengaku, kerusakan hutan KEL yang memiliki luas sekitar 2,25 juta hektare merupakan zona penyangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dewasa ini terus terjadi dengan berbagai motif ekonomi.
KEL terbentang pada 13 kabupaten/kota di Aceh, dan empat empat kabupaten di Sumatra Utara. Wilayah di Aceh yakni Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, dan Subulusalam.
Lalu Aceh Tenggara, Gayo Luwes, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Keempat daerah di Sumatra Utara meliputi Langkat, Dairi, Karo, dan Deli Serdang.
Seperti diketahui, kawasan hutan ekosistem Leuser telah terlebih dahulu menjadi pendukung bagi kehidupan lebih dari empat juta masyarakat yang tinggal pada 17 daerah di dua provinsi.
"Kita tidak menafikan keberadaan warga penyangga. KEL harus bermanfaat tanpa merusaknya, seperti hasil hutan bukan kayu dan ekowisata. Penegakan hukum secara konsisten bagi pelaku dan jaringan, terus dilakukan," katanya.
Selain itu, lanjut dia, penyadartahuan tentang nilai sangat penting kawasan hutan Leuser berbagai kalangan secara masif terus dilakukan, akibat tekanan KEL dan TNGL hingga kini masih terus terjadi.
Datat Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) dan Forum Konservasi Leuser (FKL) menyebut, kerusakan KEL di Aceh sejak 2014 hingga 2017 sudah mencapai 30.992 hektare.
"Tekanan terhadap kawasan Leuser itu, motifnya ekonomi. Baik pembalakan liar, perambahan, perburuan, dan lain-lain," terang Sapto.
Dilaporkan TNGL memiliki seluas 624.388 hektare atau 28 persen dari total luas KEL, terdapat 240 jeratan satwa liar telah ditemukan di kawasan penyangga ini.
"Januari hingga Maret 2018, kami menemukan sebanyak 240 jerat satwa liar yang dilindungi undang-undang di kawasan Gunung Leuser," kata Koordinator Wildlife Protection Team-Forum Konservasi Leuser (WPT-FKL), Dediansyah.
"Di waktu yang sama, kami juga mengadvokasi sebanyak 135 kasus pemburuan. Sementara jerat satwa yang paling banyak adalah Rusa, Landak, Gajah dan Harimau serta burung jenis Rangkong," sambung dia.
Ia mengaku, ratusan kasus tersebut terjadi di kawasan TNGL wilayah Barat dan Selatan di Aceh meliputi Aceh Tamiang hingga Aceh Singkil.
"Pemburuan satwa liar ini paling banyak di awal tahun, pertengahan, dan akhir tahun. Hasil buruan, biasanya dijual ke Sumetera hingga ke Ibu Kota Jakarta. Bahkan ada yang di ekspor," ungkap Dediansyah.
"Akhir 2014 sampai dengan akhir 2017 FKH juga menemukan sebanyak 4.542 jerat satwa liar di kawasan ekosistem Leuser," tambahnya.
BBKSDA Aceh ajak warga terlibat kelola KEL
Rabu, 25 April 2018 14:49 WIB