Suka Makmue (Antaranews Aceh) - Sejumlah petani kelapa sawit yang selama ini mengandalkan ekonomi keluarga di Kabupaten Nagan Raya, sejak beberapa bulan terakhir dikabarkan ramai-ramai menjual kebunnya.
Kondisi ini terjadi setelah harga beli hasil panen petani semakin anjlok dan berada di titik terendah yakni hanya Rp950/kilogram.
"Rata-rata petani rugi, tak mampu menutupi biaya operasional, seperti membeli pupuk, biaya perawatan dan biaya panen yang harus dikeluarkan," kata Teuku Cut Man, anggota DPRK Nagan Raya kepada Antara, Sabtu (5/1) siang.
Penyebab petani menjual kebunnya ini juga sudah dilaporkan kepada DPRK di Nagan Raya, dengan harapan masalah ini harus ditanggapi secara serius.
Karena apabila tidak segera diambil tindakan, maka aksi jual kebun kelapa sawit oleh masyarakat di kabupaten itu semakin tidak terkendali.
Padahal, kata Cut Man, selama ini hasil jual TBS kelapa sawit milik petani merupakan salah satu andalan, sebagai sumber pendapatan keluarga sekaligus membiayai anak mereka untuk bersekolah maupun kuliah.
"Dulu, punya 100 buah pohon kelapa sawit, petani sudah makmur. Kalau sekarang, punya lahan 10 hektare pun belum tentu cukup untuk menutupi biaya perawatan kebun dan kebutuhan rumah tangga," kata Cut Man.
Penyebab lain maraknya aksi penjualan kebun kelapa sawit ini dilakukan petani, karena sebagian besar masyarakat sudah menunggak utang di bank dan telah menjadikan lahan kebun sebagai agunan kredit.
Mau tidak mau, masyarakat tidak punya pilihan lain kecuali menjual kebunnya atau tanah mereka disita oleh bank pemberi kredit, karena tidak mampu melunasi kewajibannya.
Harga jual kebun kelapa sawit saat ini di Nagan Raya, kata Cut Man, paling rendah Rp40 juta/hektare hingga Rp50 juta/hektare.
Sebelumnya, saat harga kelapa sawit normal, harga jual kebun per hektarenya berkisar antara Rp100 juta hingga Rp120 juta.
"Saya berharap persoalan ini segera ditanggapi oleh pemerintah daerah dan pihak terkait, kasihan ekonomi masyarakat di Nagan Raya kalau seperti ini terus kejadiannya," tutur Cut Man.