Banda Aceh (Antaranews Aceh) - Jumlah penduduk miskin di Aceh mengalami peningkatan sekitar 2.000 orang dalam setahun terakhir yang menjadi 831 ribu orang di September 2018, meski provinsi ini terus menerima dana otonomi khusus setiap tahun sejak 2008.
"Pada September 2018, penduduk miskin di Aceh mencapai 831 ribu orang atau 15,68 persen. Jika dibanding September 2017, maka terjadi penambahan dua ribu orang," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Wahyudin di Banda Aceh, Selasa.
Ia menerangkan, jumlah penduduk miskin di provinsi paling barat Indonesia ini pada September 2017 tercatat berjumlah 829 ribu orang atau 15,92 persen dari total jumlah penduduk di Aceh.
Dalam enam bulan terakhir periode Maret hingga September 2018, persentase penduduk miskin di wilayah perkotaan menurun 0,81 persen atau dari 10,44 persen menjadi 9,63 persen, sementara di perdesaan mengalami kenaikan 0,03 persen atau dari 18,49 persen menjadi 18,52 persen.
Seperti diketahui, total dana otonomi khusus bagi di provinsi yang memiliki penduduk sekitar lima juta jiwa telah dikuncurkan mulai 2008 hingga 2018 untuk enam bidang, meliputi pendidikan, kesehatan, kesejahteraan sosial, infrastruktur, ekonomi kerakyatan, dan keistimewaan Aceh sekitar Rp66,5 triliun.
"Penduduk miskin ini, mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Selama Maret 2018 hingga September 2018, garis kemiskinan tumbuh 2,59 persen, dari Rp464.626 menjadi Rp476.666 per kapita per bulan di Aceh," katanya.
"Bagi yang tinggal di kota, garis kemiskinan naik 2,14 persen atau dari Rp486.338 di Maret menjadi Rp496.752 per kapita per bulan di September 2018. Sedangkan di perdesaan tumbuh 2,75 persen, dari Rp454.740 di Maret menjadi Rp467.242 per kapita per bulan," terang dia.
Wahyudin mengatakan, bertambah penduduk miskin di Aceh ini, dipengaruhi komoditas makanan yang memberi kontribusi rerata sebesar 75,91 persen, dan sisanya 24,09 persen bukan makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.
Di antaranya, seperti beras menyumbang 18,33 persen di perkotaan dan 25,15 persen di perdesaan, rokok 13,19 persen di kota dan 9,85 persen di desa, ikan tongkol/tuna/cangkalang 6,42 persen di kota dan 5,41 persen di desa, dan lain sebagainya.
"Untuk bukan makanan, seperti perumahan 5,7 persen di kota dan 4,79 persen di desa, lalu bensin 4,68 persen di kota dan 4,09 persen di desa, listrik 3,49 persen di kota dan 1,79 persen di desa, dan lain-lain," tuturnya.
Provinsi Aceh hingga kini masih bertahan sebagai daerah nomor satu termiskin di Sumatera. "Kalau secara nasional, kita peringkat enam dari 34 provinsi," terang Wahyudin.
Kepala Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Aceh, Amirullah mengatakan, Pemerintah Aceh terus mendorong agar pemerintah daerah melakukan intervensi menyikapi angka kemiskinan di wilayah perdesaan yang begitu tinggi.
"Memang kita dewasa ini, investasi masih sangat rendah jika dibanding provinsi lain, seperti Sumatera Barat. Investasi kita masih sangat kurang dalam menyerap tenaga kerja di Aceh," katanya.