Ada "sie reuboh" (daging rebus), kuah "beulangong" (daging kari khas Aceh Besar), "sie itek masak puteh" (daging bebek masak putih), "keumamah" (ikan kayu) dan sie manok karie (daging ayam kari), adalah menu favorit yang disajikan dalam setiap kenduri Maulid Nabi Muhammad SAW di Aceh.
Bagi masyarakat Aceh yang mayoritas penduduknya pemeluk Islam, memeringati hari kelahiran (Maulod) Nabi Muhammad SAW dirayakan meriah di gampong-gampong (desa), berturut-turut selama tiga bulan, pada setiap tahunnya.
Tiga bulan memperingati "Maulod" itu dibagi tiga sebutan, yakni maulod awal, maulod tengoh dan maulod akhee (maulid awal, maulid tengah dan maulid akhir).
Atau disebut juga kenduri maulid pada bulan Rabiul Awal (maulid awal), kemudian dilaksanakan pada bulan Rabiul Akhir (maulid tengah) dan selanjutnya, kenduri maulid pada bulan Jumadil Awal disebut dengan maulid akhir.
Ragam kuliner di kenduri peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulod itu disajikan untuk disantap bersama-sama warga di meunasah (mushalla) gampong, seperti di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar.
Tidak hanya menu sebagai lauk santapan nasi, ragam buah-buahan juga disajikan dalam setiap hidangan yang disiapkan dari rumah-rumah warga, kemudian dibawa ke meunasah untuk disantap bersama-sama.
Pada masa lalu, hidangan berisi ragam kuliner dan buah-buahan yang diletakkan di atas piring sedang itu kemudian disusun bertingkat di atas talam, dan dilingkari dengan "dalung" disebut dengan "idang meulapeeh" atau hidang berlapis dengan ketinggiannya ada yang mencapai lebih dari satu meter.
Namun beriring perkembangan zaman, "idang meulapeeh" itu kini mulai sulit dijumpai pada setiap perayaan "Maulod" di Aceh, terutama di kota-kota, seperti di Kota Banda Aceh.
Di dalam "idang meulapeeh" itu selain kuliner dari bahan daging, juga terdapat aneka masakan dari berbagai jenis ikan, serta telur ayam dan telur bebek, selain juga ada aneka kue.
"Idang meulapeeh" itu di atasnya ditutup dengan tutup saji atau dalam bahasa Aceh disebut "sangee" dengan balutan kain warga favorit, seperti merah, kuning dan hijau ditambah ukiran motif-motif Aceh.
Aneka kuliner untuk santapan kenduri "Maulod" di Aceh itu disiapkan masing-masing rumah tangga, kecuali masakan khas, seperti menu "kuah beulangong" yang khusus dimasak kaum laki-laki di meunasah gampong, pada peringatan "Maulod".
"Kenduri peringatan maulid Nabi Muhammad ini kami peringati setiap tahunnya, dan ini sudah berlangsung lama di Aceh," kata M Wahidi, tokoh masyarakat Gampong Lampoh Daya, Kota Banda Aceh.
Karena itu, kata dia, sebelum penetapan waktu dan teknis pelaksanaan kenduri maulid, masyarakat gampong menggelar rapat umum di meunasah.
"Artinya, semangat musyawarah bersama warga sangat tinggi untuk menetapkan teknis dan waktu yang tepat pelaksanaan kenduri maulid. Dalam musyawarah warga itu juga menentukan gampong-gampong mana diundang pada perayaan kenduri maulid," katanya.
Masyarakat gampong juga menggalang dana patungan dari masyarakat untuk perayaan kenduri maulid yang dipusatkan di meunasah.
Tidak hanya kenduri, perayaan maulid juga diiringi dangan lantunan zikir maulid yang dibawakan sangat kompak kelompok zikir masyarakat.
Lewat pengeras suara, lantunan selawat, zikir dan syair-syair dari para remaja dan pemuda terus menggema sampai tiba seluruh "idang meulapeeh" dibuka dan masyarakat yang duduk di bawah tenda besar, duduk bersila menyantap seluruh hidangan.
Selawat, zikir dan syair-syair atau disebut juga "dhikee" itu mengagungkan Allah SWT dan mendoakan keselamatan untuk Rasulullah SAW dan keluarganya, beserta sahabat serta untuk seluruh umat Islam.
Kenduri perayaan maulid bagi masyarakat Aceh selain dimaknai sebagai peringatan hari lahirnya junjungan umat, yakni Nabi Muhammad SAW, juga menjadi ajang silaturrahim masyarakat, baik antargampong maupun saudara kerabat.
Saat kenduri perayaan maulid di salah satu gampong, maka yang diundang adalah warga dari gampong yang berdekatan.
Kenduri maulid di Aceh, termasuk di Aceh Besar misalnya, tidak hanya digelar di meunasah, tapi juga ikut dirayakan di rumah para warga dengan menggundang sahabat dan saudaranya yang berlainan gampong.
Seperti di Gampong Lubok, Kabupaten Aceh Besar, kenduri perayaan maulid yang digelar masing-masing keluarga, berdampak macetnya jalan-jalan di desa itu karena banyaknya mobil dan motor dari para undangan.
"Suasana keramaian, dan macetnya arus kendaraan di jalan masuk gampong itu terjadi karena hampir semua rumah tangga menggelar acara kenduri maulid yang mengundang saudara atau sahabat dari kampung lain," kata Mustafa, warga Lubok Sukon, Aceh Besar.
Wisata Halal
Puncak kenduri peringatan maulid di Kota Banda Aceh digelar di lapangan Blang Padang yang disebut dengan "Maulod Raya" yang dihadiri ribuan warga dan pelajar setempat.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman menjelaskan pihaknya berkomitmen untuk menjadikan Banda Aceh sebagai daerah tujuan wisata halal yang aman, nyaman dan bersyariat di mata dunia.
"Selain ajang silaturahim antara pemerintah dan masyarakat, dalam kenduri perayaan maulid ini juga menjadi contoh sebagai wisata halal dengan nuansa islami." katanya.
Perayaan maulid akbar merupakan salah satu cara dari Pemerintah Kota Banda Aceh dalam memaknai kecintaan terhadap Rasulullah SAW dan mengimplementasikan teladan Rasulullah terhadap sesama manusia.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman mengatakan terlaksananya maulid raya tidak terlepas dari kebersamaan dan kekompakan masyarakat dengan jajaran Pemerintah Kota Banda Aceh.
"Ketika rasa kebersamaan dan kekompakan terbangun dengan baik, tugas seberat apa pun akan terasa ringan. Karena itu, kami mengapresiasi semua pihak yang telah bekerja keras hingga terlaksananya kegiatan besar ini," kata Aminullah.
Wali Kota menyebutkan, tujuan perayaan maulid adalah untuk membangun "ukhuwah islamiah". Selain itu, juga sebagai wujud rasa syukur atas kelahiran Rasulullah Muhammad SAW.
Selain itu, keunikan dari helatan akbar ini diharapkan mampu menarik minat wisatawan, baik domestik maupun mancanegara ke Banda Aceh.
Apalagi, kegiatan seperti itu tidak ada di daerah lain di Indonesia.
"Harapan kami, perayaan maulid menjadi daya tarik wisata. Ini langka dan tidak ditemukan di daerah lain di Indonesia. Semakin banyak wisatawan berkunjung ke Banda Aceh, maka akan meningkatkan ekonomi masyarakat," kata Aminullah Usman.
Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman pun mengatakan ajang tahunan ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan mancanegara maupun domestik.
Wisata islami, katanya, adalah nilai jual Banda Aceh yang paling besar, di samping subsektor wisata lainnya. Bukan hanya kaya akan bangunan atau tempat bersejarah yang sarat nilai-nilai keislamannya, tapi juga adat istiadat atau budaya masyarakatnya yang bernafaskan Islam.
"Seperti Maulid Nabi yang diperingati selama tiga bulan berturut-turut di Aceh yang puncaknya kami gelar di Blang Padang, tentu sangat menarik bagi para wisatawan maupun tamu yang sedang berada di Banda Aceh," ujar Aminullah.
Idang maulid sendiri, kata dia, terdiri dari aneka ragam kuliner Aceh yang cita rasanya sangat khas, dan enak, sehat, higienis serta halal. "Ini tentu juga sangat menarik bagi wisatawan yang ingin mencicipi ragam kuliner Aceh dalam satu momen," katanya.
Selain kemeriahan Maulid Nabi, sambungnya, kegiatan keagamaan, seperti zikir akbar, pawai 1 Muharram, hari Meugang, dan semarak bulan suci Ramadhan juga menjadi pembeda Banda Aceh dibanding kota lainnya di Indonesia. "Saya yakin wisata islami akan menjadi salah satu kekuatan Banda Aceh untuk meraih kegemilangan," katanya.
Potensi wisata dalam kenduri "Maulod" di Aceh
Rabu, 13 Februari 2019 18:40 WIB