Beijing (ANTARA) - Wakil Presiden RI Jusuf Kalla memastikan proyek kereta api berkecepatan tinggi di jalur Jakarta-Bandung rampung pada 2021 saat bertemu Presiden China Xi Jinping di Balai Agung Rakyat, Beijing, Kamis.
"Malah yang menyinggung (proyek kereta cepat) itu Presiden Xi. Dia tahu kemajuannya sudah baik dan datanya pun lengkap," kata Kalla seusai bertemu Xi di sela-sela Konferensi Kerja Sama Internasional Sabuk Jalan (BRF) II itu.
Menurut dia, yang kendala berat dalam proyek itu adalah pembebasan lahan yang akan dibangun jalur kereta api tersebut.
"Sekarang pembebasan lahan itu sudah 98 persen dan juga konstruksinya sudah 16 persen. Jadi kita harapkan selesai pada 2021," kata Wapres didampingi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal Thomas Lembong, dan Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun.
Dalam pertemuan tersebut, Xi dan Kalla tidak membicarakan mengenai perpanjangan jalur kereta api berkecepatan di atas 250 kilometer per jam yang merupakan proyek kebanggaan China di luar negeri itu.
"Sama juga seperti MRT selesai dulu, baru bicara perpanjangannya," kata Kalla beralasan mengenai tidak disinggungnya perpanjangan proyek tersebut.
Sebelum bertemu Xi, Kalla melakukan pertemuan bilateral dengan Wapres China Wang Qishan.
Sepulang dari Balai Agung Rakyat, Wapres mengadakan pertemuan dengan 25 pemimpin perusahaan asal China.
Menurut Kalla, tidak ada satu pun pengusaha yang menyampaikan pendapatan atau penilaian atas pelayanan perizinan investasi di Indonesia, khususnya di daerah.
"Mereka agak malu-malu untuk menyampaikan. Karena itu saya katakan, kalau ada apa-apa lapor ke BKPM. Kalau tidak selesai, lapor sama Menko Maritim, pasti selesai itu.
Masalah daerah kita bicarakan dengan gubernur dan bupati, sebab itu bukan hanya persoalan gubernur atau bupati, kadang hingga camat," ujarnya.
Apalagi urusan lahan, lanjut Kalla, semua negara pernah mengalaminya kecuali negara sosialis seperti China ini.
"Kita berpedoman bukan ganti rugi, tetapi ganti untung. Kalau ganti untung, dipakai itu mudah. Karena faktor lahan dibandingkan dengan investasinya itu jauh. Paling tinggi mungkin soal lahan itu lima persen atau lebih kecil lagi kalau dibandingkan konstruksinya," kata Kalla yang berlatar belakang pengusaha itu.
Di depan para pengusaha, Kalla juga menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia memberikan fasilitas seperti "tax holiday" untuk investasi yang nilainya besar di luar Pulau Jawa.