Banda Aceh (ANTARA) - Koordinator Komisi IV Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Nurul Yakin Setyabudi menyebutkan perlindungan konsumen di Indonesia masih lemah.
"Lemahnya perlindungan konsumen karena belum ada regulasi yang kuat," sebut Nurul Yakin Setyabudi saat kunjungan ke Kantor Antara Biro Aceh di Banda Aceh, Rabu.
Menurut Nuru Yakin, regulasi perlindungan konsumen di Indonesia baru di tingkat peraturan menteri. Begitu juga dengan undang-undang perlindungan konsumen yang sudah ada, perlu juga diperkuat kembali.
Tujuannya agar konsumen benar-benar terlindungi serta perangkat penyelesaian sengketanya hadir di masyarakat. Selama ini, perangkat tersebut seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), keberadaanya masih lemah.
"Buktinya, banyak putusan sengketa konsumen yang diputuskan di tingkat BPSK dibatalkan ketika di Mahkamah Agung. Ini menunjukkan kita belum punya regulasi yang kuat," ungkap dia.
Selain itu, BPKN mendorong pemerintah daerah mengeluarkan regulasi seperti peraturan daerah atau di Aceh namanya qanun mengatur perlindungan konsumen. Tujuannya agar konsumen benar-benar terlindungi.
Misalnya Aceh, lanjut dia, bisa mengeluarkan qanun perlindungan konsumen berbasis syariat. Qanun ini bisa mengatur pusat perbelanjaan wajib memiliki tempat shalat representatif.
"Seperti kami lihat, ada pusat perbelanjaan yang tempat shalat di parkiran, sehingga konsumen muslim yang menunaikan ibadahnya terkena asap. Jika seperti ini, konsumen tentu belum terlindungi," kata Nurul Yakin Setyabudi.
Begitu juga dengan pengaturan lainnya seperti daftar menu di rumah-rumah makan. Dan ini belum terlihat sepenuhnya, tidak hanya di Aceh, tetapi juga di provinsi lainnya di Indonesia.
"Semua ini merupakan bagian dari perlindungan konsumen. Semua warga negara merupakan konsumen. Jadi, butuh komitmen pemerintah terhadap perlindungan konsumen," kata Nurul Yakin Setyabudi.