Kualasimpang, Aceh (ANTARA) - Kantor Pos Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (P4TKI) Aceh Tamiang mengaku keberadaan lembaga tersebut belum sepenuhnya dilirik masyarakat di provinsi paling barat Indonesia baik calon TKI maupun mereka yang tiba di Aceh.
"Mayoritas orang di Aceh, terutama mereka yang tinggal di lintas timur ini belum tahu dengan keberadaan kita di sini," ujar Petugas Perlindungan P4 TKI Aceh Tamiang, Hendra di Kualasimpang, Aceh Tamiang, Kamis.
Ia mengatakan, padahal keberadaan kantor tersebut telah dibuka sejak tahun 2012 yang berfungsi mengurangi angka pengangguran, dan meningkatkan proses penempatan TKI di Aceh sesuai secara prosedural pada negara tujuan.
Hingga kini, lanjutnya, keberadaan pihaknya atau Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Aceh di Banda Aceh juga dalam kondisi yang sama.
TKI asal provinsi ini umumnya mereka bekerja melalui BP3TKI Medan atau melalui calo yang berangkat melalui "jalur tikus", seperti lewat Pelabuhan Langsa, dan Pelabuhan Simeuleu di Aceh, dan Pelabuhan Tanjungbalai di Sumatera Utara.
"Kalau ada masalah dengan calon atau TKI, baru dikabari. Padahal kita selalu mengimbau agar tidak mengikuti calo untuk bekerja di luar negeri. Tapi pilihlah PJTKI (Penyalur Jasa Tenaga Kerja Indonesia)," tuturnya.
Ia mencontohkan, seperti baru-baru ini ada enam dari total 11 orang TKI asal Aceh yang harus dipulangkan akibat terlantar di Serawak, Malaysia, dan merupakan korban penipuan agen pada Agustus tahun 2018.
"Kalau bisa sebelum berangkat, calon TKI asal Aceh ini melaporlah kemari dulu. Setidaknya biar tahu lah P4TKI Aceh Tamiang ada, dan tidak seperti selama ini," tegas Hendra.
Kepala BP3TKI Banda Aceh Jaka Prasetiyono tahun ini menyebut, sebanyak 925 orang masyarakat di Aceh mengadu nasib dengan bekerja di berbagai sektor di luar negeri.
"Pada 2019 ini warga Aceh yang bekerja di luar negeri totalnya ada 925 orang," katanya.
Ia menjelaskan, masyarakat yang tinggal di provinsi paling barat tersebut lebih dominan bekerja pada sektor industri di Malaysia, dan perusahaan minyak di Timur Tengah.
"Warga Aceh di Malaysia dan Qatar bekerja pada sektor industri dan pendapatannya variatif. Kalau di rupiahkan sekitar, Rp8 juta sampai dengan Rp25 juta," sebut dia.