Banda Aceh (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Tamiang mendorong produktivitas kelapa sawit berkelanjutan sampai 30 persen dan melindungi hutan terutama pada zona penyangga Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 30.000 hektare.
"Aceh Tamiang akan menjadi salah satu daerah penghasil komoditas lestari di
Indonesia. Dalam kurun waktu tiga tahun ke depan, kami akan meningkatkan produktivitas kelapa sawit berkelanjutan," kata Bupati Aceh Tamiang, Mursil di Kualasimpang, Aceh Tamiang, Jumat.
Ia menjelaskan, upaya peningkatan produktifitas sawit juga akan diikuti dengan komitmen melindungi dan menghijaukan kembali kawasan hutan, dan memastikan 30 persen petani swadaya memiliki sertifikat lahan resmi.
Komitmen itu ditegaskan Mursil, setelah melakukan penandatanganan kesepakatan kesejahteraan petani, dan perlindungan kawasan hutan di wilayahnya melalui peningkatan produktivitas kelapa sawit berkelanjutan hingga 30 persen lewat Produksi, Proteksi, dan Inklusi (PPI) di Aula Setdakab Aceh Tamiang, Kamis (12/12).
Selain Pemkab Aceh Tamiang, mereka turut ikut menandatangani kesepakatan PPI, yakni Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Aceh, Forum Konservasi Leuser (FKL), Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH), Asosiasi Kelompok Tani dan Nelayan Aceh Tamiang (KTNA), dan Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) Wilayah III-Aceh.
Terdapat perwakilan tiga perusahaan di antaranya Unilever, PepsiCo, dan Musim Mas Group, turut menyaksikan penandatanganan kesepakatan ini dan menjajaki peluang kerja sama sekitar Rp10 miliar demi meningkatkan produktivitas kelapa sawit berkelanjutan dan petani setempat.
Seperti diketahui, Pemkab Aceh Tamiang telah menerbitkan Keputusan Bupati Aceh Tamiang Nomor 680 tahun 2019 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pusat Unggulan Perkebunan Lestari (PUPL) Aceh Tamiang yang menjadi platform mengelola komoditas perkebunan sawit lestari di Indonesia.
"Pemenuhan standar keberlanjutan menjadi suatu keniscayaan, dan harus dipatuhi oleh seluruh pelaku industri kelapa sawit nasional. Melalui kesepakatan ini diharapkan Aceh Tamiang dapat menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) yang berkelanjutan, dan langsung dapat dipasarkan dari Pelabuhan di Aceh," terang Ketua GAPKI Aceh, Sabri Basyah.
Ketua Pengurus Yayasan IDH, Fitrian Ardiansyah, mengatakan, program Produksi, Proteksi dan Inklusi di Aceh Tamiang telah memberikan kesempatan bagi fast moving consumer goods untuk meningkatkan upaya mereka dalam mendukung petani swadaya lewat kemitraan yang dibangun perusahaan dengan para pemangku kepentingan industri sawit.
"Kami melihat kesepakatan PPI, dan PUPL akan menjadikan Aceh Tamiang memiliki portofolio investasi yang menarik sebagai salah satu daerah penghasil komoditas lestari di Indonesia," katanya.
Ia mengucapkan terima kasih kepada pemerintah Aceh Tamiang dan mitra-mitra perusahaan yang memasok dari wilayah ini atau yang akan berinvestasi dalam Kesepakatan PPI Aceh Tamiang.
"Kabupaten ini dapat menjadi lokasi bagi uji coba pengembangan konsep daerah penghasil terverifikasi VSA (Verified Sourcing Area)," ujarnya.