Banda Aceh (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh melepasliarkan anak harimau sumatra (panthera tigris sumatrae) yang sebelumnya ditemukan terkena jerat ke kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto di Banda Aceh, Minggu, mengatakan pelepasliaran anak harimau setelah tim medis menyatakan satwa dilindungi tersebut kesehatannya sudah pulih dan dalam keadaan sehat.
"Setelah melalui observasi dan pemeriksaan kesehatan menyeluruh serta lukanya dinyatakan sembuh, tim dokter hewan menyatakan anak harimau tersebut layak dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya," kata Agus Arianto.
Agus Arianto mengatakan anak harimau tersebut diberi nama Danau Putra. Danau Putra dilepaskan ke kawasan TNGL yang merupakan habitat alaminya pada Sabtu (30/1). Pelepasliaran bersama Balai Besar TNGL turut melibatkan mitra kepolisian, TNI, Forum Konservasi Leuser, dan camat setempat.
Danau Putra, kata Agus Arianto, ditemukan dalam kondisi lemah setelah kaki depan kanannya terjerat di kebun warga Desa Gulo, Kecamatan Darul Hasanah, Kabupaten Aceh Tenggara pada Jumat (22/1). Kemudian, tim BKSDA bersama mitra mengevakuasinya ke Kutacane, ibu kota Kabupaten Aceh Tenggara guna menjalani perawatan.
"Danau Putra berjenis kelamin jantan, berusia satu hingga 1,5 tahun dengan berat badan 40 hingga 50 kilogram. Jerat berupa sling kawat menyebabkan luka anak harimau tersebut saat ditemukan cukup parah, Hal ini terjadi karena pergerakan anak harimau itu berupa melepaskan jerat melilit kakinya," kata Agus Arianto.
Kepala BKSDA Aceh itu mengatakan lokasi pelepasliaran anak harimau tersebut sekitar tiga kilometer dari tempatnya ditemukan terkena jerat. Lokasi pelepasliaran merupakan habitat alami harimau sumatra. tersebut.
Agus Arianto mengatakan penetapan lokasi pelepasliaran Danau Putra berdasarkan survei dan kajian teknis tim serta mendapatkan dukungan masyarakat setempat.
"Masyarakat setempat meyakini anak harimau tersebut merupakan penghuni hutan Taman Nasional Gunung Leuser dan harus dikembalikan ke habitat asalnya," kata Agus Arianto.
Agus Arianto menyebutkan harimau sumatra merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Berdasarkan daftar kelangkaan satwa dikeluarkan lembaga konservasi dunia International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN), satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar.
BKSDA Aceh mengimbau masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian khususnya harimau sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa.
Serta tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.
Kemudian, tidak memasang jerat, racun, pagar listrik tegangan tinggi yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi. Semua perbuatan ilegal tersebut dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan perundang-undangan.
Di samping itu, aktivitas ilegal lainnya juga dapat menyebabkan konflik satwa liar khususnya harimau sumatra dengan manusia. Konflik ini berakibat kerugian secara ekonomi hingga korban jiwa, baik manusia maupun keberlangsungan hidup satwa liar tersebut.
"Kami menyampaikan terima kasih kepada masyarakat dan aparatur kecamatan serta mitra yang mendukung penyelamatan dan pelepasliaran anak harimau tersebut. Dukungan ini merupakan upaya pelestarian satwa dilindungi di Provinsi Aceh," kata Agus Arianto.