Jakarta (ANTARA Aceh) - Indonesia tampaknya menjadi negara tujuan favorit bagi ratusan WNA asal Tiongkok dan Taiwan namun mereka bukan bertujuan untuk berwisata namun malah melakukan tindakan kriminal di wilayah hukum Indonesia.
Para WNA ini malahan bekerja sama untuk melakukan penipuan terhadap para pejabat negara Tiongkok.
Polda Metro Jaya yang mengendus kegiatan mereka akhirnya melakukan penggrebekan pada Rabu (6/5) di sebuah rumah mewah yang beralamat di Jalan Kenanga Nomor 44 RT 07/02 Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Rumah itu dihuni 33 warga Tiongkok yang terdiri atas 14 wanita dan 19 pria. Rumah tersebut diduga merupakan tempat penampungan para WNA ini. Puluhan WNA yang diciduk polisi tersebut tidak memiliki dokumen izin tinggal yang resmi. Bahkan beberapa WNA tersebut diduga merupakan korban perdagangan manusia.
Setelah melakukan pengembangan dari keterangan pihak-pihak yang telah ditangkap, pada Selasa (12/5), Tim Subdit Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya kembali mengamankan 30 warga negara Tiongkok dan Taiwan di Ruko Elang Laut, Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Kedua penangkapan ini telah berhasil mengembangkan kasus secara lebih mendalam hingga akhirnya pada Minggu (24/5), 29 WNA kembali diringkus di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan, lalu polisi juga menangkap lima WNA Tiongkok di Perumahan Green Garden, Jakarta Barat.
Pada hari yang sama, Polda Metro Jaya juga berhasil menangkap 31 WNA di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. "Penangkapan di Kemang terdiri atas 16 wanita dan 15 pria," kata Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Krishna Murti.
Kombes Krishna Murti menduga keempat penangkapan tersebut berasal dari jaringan yang sama.
"Kalau dilihat dari modusnya, terhubung itu", katanya.
Pihaknya memperkirakan jaringan tersebut telah meraup miliaran rupiah dari hasil penipuan terhadap sesama warga Tiongkok dan Taiwan.
Ia mengatakan para WNA asal Tiongkok dan Taiwan tersebut direkrut oleh perencana kejahatan tanpa mengetahui pekerjaan yang nantinya akan mereka lakukan.
"Tapi waktu direkrut orang-orang ini nggak tahu, mereka diberi tahu akan bekerja menjadi sales dan berkantor di luar negeri," ujarnya.
Namun kemudian ternyata mereka diberi tugas untuk menipu orang- orang di Tiongkok agar menyerahkan harta para korban. Untuk menghindari pelacakan nomor telepon, mereka berkomunikasi dengan korban menggunakan teknologi Voice over Internet Protocol (VoIP) dengan memanfaatkan sambungan ilegal ke satelit.
Sindikat terorganisasi
Kelompok ini, kata Krishna telah melakukan kejahatan yang terorganisasi dengan sangat cermat.
"Selain menyiapkan operator, perencana juga menyiapkan modusnya, teknologinya, modal dan siapa calon target yang akan menjadi korban," katanya.
Para WNA ini memilih Indonesia sebagai tempat tujuan karena sarana prasarana teknologi di Indonesia dianggap sudah cukup memadai, biaya hidup relatif murah, dan banyaknya orang keturunan Tionghoa di Indonesia sehingga memungkinkan mereka untuk berbaur dengan warga lain, ditambah dengan kemudahan pembuatan visa on arrival bagi WNA Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia.
Imigrasi bantah kecolongan
Sementara Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan, Cucu Koswala membantah pihaknya kecolongan atas terbongkarnya kasus kejahatan siber yang dilakukan WNA asal Tiongkok dan Taiwan di kawasan Jakarta Selatan.
Ia menegaskan pihak imigrasi sudah bekerja semaksimal mungkin dalam mengawasi WN asing yang masuk ke Indonesia.
"Bagi kami, pengawasan sudah dilaksanakan sesuai amanat UU dari mulai orang asing mengajukan visa ke perwakilan Indonesia di luar negeri, ketika masuk ke tempat pemeriksaan imigrasi, sampai mereka meninggalkan Indonesia. Namun kan kami nggak bisa memantau semua aktifitas WNA di Indonesia dari jam ke jam," katanya.
Sementara terkait kemudahan visa on arrival yang diberlakukan untuk WN Tiongkok, ia mengatakan bahwa kebijakan tersebut bukan merupakan kewenangan pihaknya.
"Itu pusat yang menentukan, kami hanya pelaksana saja," imbuhnya.
Untuk menekan pelanggaran yang dilakukan WNA, kata Cucu, pihaknya telah bekerja sama dengan kepolisian, pemda dan unsur masyarakat.
"Kami berikan pengertian ke setiap ketua RT, RW, lurah dan camat, bila mereka melihat ada WNA datang ke lingkungan mereka, mereka wajib melapor ke imigrasi. Begitu juga para pengelola penginapan yakni hotel, losmen yang diinapi orang asing, wajib melapor ke imigrasi," katanya.
Dalam kasus penangkapan sindikat kejahatan siber asal Tiongkok, pihaknya menangani kasus Kemang dan Pondok Indah. Total pelaku dalam dua kasus itu adalah 60 orang.
"Tiga puluh lima orang sudah dideportasi dan dimasukkan ke daftar blacklist, mereka nggak bisa ke Indonesia lagi. Dua puluh tiga orang lainnya sedang dalam proses pemeriksaan, dua orang sisanya masih (diperiksa) di kepolisian" katanya.
Sementara pengamat kriminalitas, Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Mustofa B. Nahrawardaya mengatakan kasus kejahatan yang dilakukan oleh WNA perlu diselidiki secara lebih mendalam. Ia menegaskan penyelidikan harus dilakukan untuk mengetahui jalur masuk para WNA tersebut ke indonesia.
Menurut dia, jika nantinya terbukti bahwa mereka masuk melalui jalur imigrasi resmi atau menggunakan identitas palsu, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap lembaga imigrasi dan apabila terdapat keterlibatan aparat harus ditindak secara hukum.
"Belum diketahui apakah mereka masuk (ke Indonesia) melalui pintu imigrasi atau tidak. Harus dicek CCTV, harus dicek sidik jari mereka. Kalau nanti terdeteksi melalui imigrasi dan terbukti menggunakan identitas palsu, maka pihak imigrasi harus dievaluasi," kata Mustofa.
Mengenai peraturan bebas visa atau visa on arrival menurut dia, tidak perlu untuk dikaji ulang, namun yang lebih penting adalah perbaikan mental aparat dan diterapkannya perlakuan hukum yang adil bagi semua pihak.
"Tidak perlu merevisi peraturan bebas visa. Yang terpenting perbaikan mental dan penegakan hukum supaya adil," ujarnya.
Kemudahan bagi WN asing untuk masuk ke wilayah Indonesia merupakan sebuah potensi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dari luar negeri. Namun pemerintah diminta untuk mewaspadai adanya pihak-pihak yang memanfaatkan kemudahan tersebut untuk melakukan tindakan-tindakan kejahatan baik kejahatan di dalam negeri maupun luar negeri di wilayah hukum Indonesia.
Instansi yang berwenang dalam mengawasi kegiatan para WNA di Indonesia seperti keimigrasian, kepolisian dan pemda setempat diminta untuk meningkatkan pengawasan guna mewaspadai kemungkinan WNA yang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kelengahan pengawasan pihak yang berwenang.
Para WNA ini malahan bekerja sama untuk melakukan penipuan terhadap para pejabat negara Tiongkok.
Polda Metro Jaya yang mengendus kegiatan mereka akhirnya melakukan penggrebekan pada Rabu (6/5) di sebuah rumah mewah yang beralamat di Jalan Kenanga Nomor 44 RT 07/02 Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Rumah itu dihuni 33 warga Tiongkok yang terdiri atas 14 wanita dan 19 pria. Rumah tersebut diduga merupakan tempat penampungan para WNA ini. Puluhan WNA yang diciduk polisi tersebut tidak memiliki dokumen izin tinggal yang resmi. Bahkan beberapa WNA tersebut diduga merupakan korban perdagangan manusia.
Setelah melakukan pengembangan dari keterangan pihak-pihak yang telah ditangkap, pada Selasa (12/5), Tim Subdit Kejahatan dan Kekerasan Polda Metro Jaya kembali mengamankan 30 warga negara Tiongkok dan Taiwan di Ruko Elang Laut, Boulevard Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Kedua penangkapan ini telah berhasil mengembangkan kasus secara lebih mendalam hingga akhirnya pada Minggu (24/5), 29 WNA kembali diringkus di daerah Pondok Indah, Jakarta Selatan, lalu polisi juga menangkap lima WNA Tiongkok di Perumahan Green Garden, Jakarta Barat.
Pada hari yang sama, Polda Metro Jaya juga berhasil menangkap 31 WNA di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. "Penangkapan di Kemang terdiri atas 16 wanita dan 15 pria," kata Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Krishna Murti.
Kombes Krishna Murti menduga keempat penangkapan tersebut berasal dari jaringan yang sama.
"Kalau dilihat dari modusnya, terhubung itu", katanya.
Pihaknya memperkirakan jaringan tersebut telah meraup miliaran rupiah dari hasil penipuan terhadap sesama warga Tiongkok dan Taiwan.
Ia mengatakan para WNA asal Tiongkok dan Taiwan tersebut direkrut oleh perencana kejahatan tanpa mengetahui pekerjaan yang nantinya akan mereka lakukan.
"Tapi waktu direkrut orang-orang ini nggak tahu, mereka diberi tahu akan bekerja menjadi sales dan berkantor di luar negeri," ujarnya.
Namun kemudian ternyata mereka diberi tugas untuk menipu orang- orang di Tiongkok agar menyerahkan harta para korban. Untuk menghindari pelacakan nomor telepon, mereka berkomunikasi dengan korban menggunakan teknologi Voice over Internet Protocol (VoIP) dengan memanfaatkan sambungan ilegal ke satelit.
Sindikat terorganisasi
Kelompok ini, kata Krishna telah melakukan kejahatan yang terorganisasi dengan sangat cermat.
"Selain menyiapkan operator, perencana juga menyiapkan modusnya, teknologinya, modal dan siapa calon target yang akan menjadi korban," katanya.
Para WNA ini memilih Indonesia sebagai tempat tujuan karena sarana prasarana teknologi di Indonesia dianggap sudah cukup memadai, biaya hidup relatif murah, dan banyaknya orang keturunan Tionghoa di Indonesia sehingga memungkinkan mereka untuk berbaur dengan warga lain, ditambah dengan kemudahan pembuatan visa on arrival bagi WNA Tiongkok yang berkunjung ke Indonesia.
Imigrasi bantah kecolongan
Sementara Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan, Cucu Koswala membantah pihaknya kecolongan atas terbongkarnya kasus kejahatan siber yang dilakukan WNA asal Tiongkok dan Taiwan di kawasan Jakarta Selatan.
Ia menegaskan pihak imigrasi sudah bekerja semaksimal mungkin dalam mengawasi WN asing yang masuk ke Indonesia.
"Bagi kami, pengawasan sudah dilaksanakan sesuai amanat UU dari mulai orang asing mengajukan visa ke perwakilan Indonesia di luar negeri, ketika masuk ke tempat pemeriksaan imigrasi, sampai mereka meninggalkan Indonesia. Namun kan kami nggak bisa memantau semua aktifitas WNA di Indonesia dari jam ke jam," katanya.
Sementara terkait kemudahan visa on arrival yang diberlakukan untuk WN Tiongkok, ia mengatakan bahwa kebijakan tersebut bukan merupakan kewenangan pihaknya.
"Itu pusat yang menentukan, kami hanya pelaksana saja," imbuhnya.
Untuk menekan pelanggaran yang dilakukan WNA, kata Cucu, pihaknya telah bekerja sama dengan kepolisian, pemda dan unsur masyarakat.
"Kami berikan pengertian ke setiap ketua RT, RW, lurah dan camat, bila mereka melihat ada WNA datang ke lingkungan mereka, mereka wajib melapor ke imigrasi. Begitu juga para pengelola penginapan yakni hotel, losmen yang diinapi orang asing, wajib melapor ke imigrasi," katanya.
Dalam kasus penangkapan sindikat kejahatan siber asal Tiongkok, pihaknya menangani kasus Kemang dan Pondok Indah. Total pelaku dalam dua kasus itu adalah 60 orang.
"Tiga puluh lima orang sudah dideportasi dan dimasukkan ke daftar blacklist, mereka nggak bisa ke Indonesia lagi. Dua puluh tiga orang lainnya sedang dalam proses pemeriksaan, dua orang sisanya masih (diperiksa) di kepolisian" katanya.
Sementara pengamat kriminalitas, Koordinator Indonesian Crime Analyst Forum (ICAF) Mustofa B. Nahrawardaya mengatakan kasus kejahatan yang dilakukan oleh WNA perlu diselidiki secara lebih mendalam. Ia menegaskan penyelidikan harus dilakukan untuk mengetahui jalur masuk para WNA tersebut ke indonesia.
Menurut dia, jika nantinya terbukti bahwa mereka masuk melalui jalur imigrasi resmi atau menggunakan identitas palsu, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap lembaga imigrasi dan apabila terdapat keterlibatan aparat harus ditindak secara hukum.
"Belum diketahui apakah mereka masuk (ke Indonesia) melalui pintu imigrasi atau tidak. Harus dicek CCTV, harus dicek sidik jari mereka. Kalau nanti terdeteksi melalui imigrasi dan terbukti menggunakan identitas palsu, maka pihak imigrasi harus dievaluasi," kata Mustofa.
Mengenai peraturan bebas visa atau visa on arrival menurut dia, tidak perlu untuk dikaji ulang, namun yang lebih penting adalah perbaikan mental aparat dan diterapkannya perlakuan hukum yang adil bagi semua pihak.
"Tidak perlu merevisi peraturan bebas visa. Yang terpenting perbaikan mental dan penegakan hukum supaya adil," ujarnya.
Kemudahan bagi WN asing untuk masuk ke wilayah Indonesia merupakan sebuah potensi untuk meningkatkan kunjungan wisatawan dari luar negeri. Namun pemerintah diminta untuk mewaspadai adanya pihak-pihak yang memanfaatkan kemudahan tersebut untuk melakukan tindakan-tindakan kejahatan baik kejahatan di dalam negeri maupun luar negeri di wilayah hukum Indonesia.
Instansi yang berwenang dalam mengawasi kegiatan para WNA di Indonesia seperti keimigrasian, kepolisian dan pemda setempat diminta untuk meningkatkan pengawasan guna mewaspadai kemungkinan WNA yang mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kelengahan pengawasan pihak yang berwenang.