Banda Aceh (ANTARA Aceh) - Insiden Tolikara, Papua, saat umat Islam melaksanakan Salat Id dan pembakaran kios yang menyebabkan musala ikut terbakar, ternyata membawa hikmah yang besar bagi kerukunan antarumat beragama di Provinsi Aceh.
Konflik sesaat di Papua tersebut justru makin memperkuat kerukunan umat beragama di Aceh yang memang dari dahulu terjalin dengan baik dan harmonis.
Setelah insiden Tolikara, tokoh-tokoh agama di kabupaten/kota di Aceh saling meningkatkan silaturahmi dan sebagai bentuk ketulusan dan kerukunan, mereka kembali mendeklarasikan kedamaian yang difailitasi TNI dan Polri.
Seperti di kawasan pantai barat selatan, Korem 012/Teuku Umar memfasilitasi pertemuan sekaligus deklarasi damai seluruh tokoh agama di wilayah itu, kemudian Kabupaten Aceh Tengah, Simeulue, dan Kota Langsa. Pada pertemuan itu dihadiri tokok-tokoh agama Islam, Kresten, dan Buddha.
Pertemuan dan deklarasi damai yang juga dihadiri bupati dan wali kota tersebut bertujuan memperkuat kerukunan hidup beragama dan kedaulatan Negara Kesatuan RI.
Kerukunan umat beragama di Aceh berjalan cukup baik. Terjadinya konflik bersenjata di Aceh pada tahun 1990-an sampai 2000-an bukan karena agama.
Oleh karena itu, insiden yang terjadi di Tolikara tidak berpengaruh terhadap kondisi di Aceh yang telah menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh).
Tokoh agama Kristen Pendeta Egi dan Buddha Sumardi di Meulaboh, Jumat, menyatakan kerukunan atarumat beragama di Aceh, khususnya di wilayah barat selatan Aceh, sangat baik sehingga perbedaan-perbedaan yang dilatarbelakangi agama tidak terlihat.
"Hal ini menandakan bahwa warga Aceh, khususnya di Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya, baik Muslim maupun non-Muslim sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Kerukunan antarumat beragama selama ini kami rasakan berjalan dengan baik," kata Sumardi.
Hal senada juga dikemukakan ulama Aceh Barat Tgk. H. Abdurrani Adian yang menyatakan masyarakat Aceh cinta damai sehingga toleransi antarumat beragama sangat dijunjung tinggi di daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam itu.
"Silaturahmi menjadi kekuatan kita bersama mewaspadai campur tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab memperkeruh situasi Aceh yang sudah damai dan aman," kata Tgk. Abdurrani yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat.
Fitnah dan Provokasi
Komandan Korem 012/Teuku Umar Kolonel Arh. Ruruh A. Setyawibawa mengajak seluruh pemuka agama dan tokoh untuk mengedepankan hakikat pentingnya persatuan dan kesatuan. Nuansa kemajemukan bangsa Indonesia betul-betul dapat menjadi sebuah rahmat yang menyejukan.
Ia menilai banyaknya fitnah dan provokasi yang nyata ataupun terselubung merupakan cara mengadu domba mengacaukan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman yang sedang dirasakan masyarakat di daerah itu.
"Rasa persatuan dan kesatuan yang terpancar dari kerukunan hidup di antara kita dapat menjadi rapuh dan ternodai akibat fitnah dan adu domba pihak tertentu. Oleh karena itu, harus kita waspadai bersama," tegasnya.
Dengan berdalih hak asasi manusia (HAM) dan demokratisasi, kata Danrem, kejadian demi kejadian yang terjadi semua itu adalah desain yang direncanakan pihak tertentu agar rakyat Indonesia berselisih dan saling tidak percaya.
"Bila itu berhasil, mereka dengan mudah menguasai negeri kita dengan sasaran utamanya adalah menguasai sumber energi dan sumber daya alam kita di Nusantara ini," tegasnya.
Hal sedana juga dikemukakan Danlanal Simeulue Letkol Elfanda. Dia menyatakan peristiwa Tolikara ada pihak asing yang bermain untuk tujuan memecah belah persatuan antarumat beragama di Indonesia yang sudah terbina dengan rukun.
Target akhir, kata dia, agar Indonesia hancur berkeping-keping melalui skenario adu domba. "Kita sesama anak bangsa jangan mau diobok-obok," ucapnya.
Oleh karenan itu, Danrem Ruruh menuntut peran seluruh komponen masyarakat bangsa Indonesia untuk mampu bertindak sebagai filter dan penyejuk untuk mencegah meluasnya isu-isu negatif dan menyesatkan yang berkembang di lingkungan masyarakat.
Dandim Simeulue Letkol Kav. Muhammad Syarifuddin menegaskan bahwa insiden Tolikara tidak berdampak di Aceh. Namun, acara silaturahmi ini semata-mata untuk memupuk persatuan dan toleransi antarumat beragama di Aceh, khususnya di Simeulue.
Ia berharap nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika tetap membumi di setiap sanubari anak Indonesia, khususnya di Simeulue.
Sejalan dengan itu, Kapolres Simeulue AKPB Edi Bastari mengatakan bahwa insiden di Tolikara sebuah tindakan yang melukai hati umat Islam dan melawan hukum. Namun, semua itu agar disikapi dengan lapang dada dan kepala dingin, tidak harus emosi dan balas dendam.
Peran FKUB
Harmonisnya kerukunan antarumat beragama di Aceh, menurut Bupati Aceh Tengah Nasaruddin, karena peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sangat efektif untuk mengantisipasi potensi munculnya keributan atau suasana yang tidak nyaman antarumat beragama.
Ia berharap FKUB terus menjadi saluran aspirasi bagi setiap pemeluk agama agar dapat beribadah dengan nyaman sesuai dengan keyakinan masing-masing.
"Peristiwa di Papua itu tidak kita inginkan terjadi di Aceh Tengah maupun wilayah Indonesia lainnya," katanya.
Ia berharap FKUB lebih intens untuk mengantisipasi terhadap kondisi yang berkembang.
Wakil Bupati Simeulue Hasrul Edyar menyatakan bahwa pelaku insiden di Tolikara adalah orang-orang biadab.
Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk mengusut tuntas dan menghukum para pelaku serta membuka masalah tersebut secara terang kepada publik.
"Pelakunya harus dihukum berat. Kami mengingatkan umat Islam agar bersatu dan turut merasakan penderitaan Muslim di Tolikara," ujarnya.
Perwakilan jemaat Protestan Simeulue Anderson menyesalkan peristiwa Tolikara. Dia berharap tetap bisa berdampingan dengan umat Islam di pulau itu dan kerukunan antarumat bergama bisa terus terjalin dengan baik.
Konflik sesaat di Papua tersebut justru makin memperkuat kerukunan umat beragama di Aceh yang memang dari dahulu terjalin dengan baik dan harmonis.
Setelah insiden Tolikara, tokoh-tokoh agama di kabupaten/kota di Aceh saling meningkatkan silaturahmi dan sebagai bentuk ketulusan dan kerukunan, mereka kembali mendeklarasikan kedamaian yang difailitasi TNI dan Polri.
Seperti di kawasan pantai barat selatan, Korem 012/Teuku Umar memfasilitasi pertemuan sekaligus deklarasi damai seluruh tokoh agama di wilayah itu, kemudian Kabupaten Aceh Tengah, Simeulue, dan Kota Langsa. Pada pertemuan itu dihadiri tokok-tokoh agama Islam, Kresten, dan Buddha.
Pertemuan dan deklarasi damai yang juga dihadiri bupati dan wali kota tersebut bertujuan memperkuat kerukunan hidup beragama dan kedaulatan Negara Kesatuan RI.
Kerukunan umat beragama di Aceh berjalan cukup baik. Terjadinya konflik bersenjata di Aceh pada tahun 1990-an sampai 2000-an bukan karena agama.
Oleh karena itu, insiden yang terjadi di Tolikara tidak berpengaruh terhadap kondisi di Aceh yang telah menerapkan syariat Islam secara kafah (menyeluruh).
Tokoh agama Kristen Pendeta Egi dan Buddha Sumardi di Meulaboh, Jumat, menyatakan kerukunan atarumat beragama di Aceh, khususnya di wilayah barat selatan Aceh, sangat baik sehingga perbedaan-perbedaan yang dilatarbelakangi agama tidak terlihat.
"Hal ini menandakan bahwa warga Aceh, khususnya di Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya, baik Muslim maupun non-Muslim sangat menjunjung tinggi toleransi beragama. Kerukunan antarumat beragama selama ini kami rasakan berjalan dengan baik," kata Sumardi.
Hal senada juga dikemukakan ulama Aceh Barat Tgk. H. Abdurrani Adian yang menyatakan masyarakat Aceh cinta damai sehingga toleransi antarumat beragama sangat dijunjung tinggi di daerah yang mayoritas penduduknya beragama Islam itu.
"Silaturahmi menjadi kekuatan kita bersama mewaspadai campur tangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab memperkeruh situasi Aceh yang sudah damai dan aman," kata Tgk. Abdurrani yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Barat.
Fitnah dan Provokasi
Komandan Korem 012/Teuku Umar Kolonel Arh. Ruruh A. Setyawibawa mengajak seluruh pemuka agama dan tokoh untuk mengedepankan hakikat pentingnya persatuan dan kesatuan. Nuansa kemajemukan bangsa Indonesia betul-betul dapat menjadi sebuah rahmat yang menyejukan.
Ia menilai banyaknya fitnah dan provokasi yang nyata ataupun terselubung merupakan cara mengadu domba mengacaukan keadaan lingkungan yang aman dan nyaman yang sedang dirasakan masyarakat di daerah itu.
"Rasa persatuan dan kesatuan yang terpancar dari kerukunan hidup di antara kita dapat menjadi rapuh dan ternodai akibat fitnah dan adu domba pihak tertentu. Oleh karena itu, harus kita waspadai bersama," tegasnya.
Dengan berdalih hak asasi manusia (HAM) dan demokratisasi, kata Danrem, kejadian demi kejadian yang terjadi semua itu adalah desain yang direncanakan pihak tertentu agar rakyat Indonesia berselisih dan saling tidak percaya.
"Bila itu berhasil, mereka dengan mudah menguasai negeri kita dengan sasaran utamanya adalah menguasai sumber energi dan sumber daya alam kita di Nusantara ini," tegasnya.
Hal sedana juga dikemukakan Danlanal Simeulue Letkol Elfanda. Dia menyatakan peristiwa Tolikara ada pihak asing yang bermain untuk tujuan memecah belah persatuan antarumat beragama di Indonesia yang sudah terbina dengan rukun.
Target akhir, kata dia, agar Indonesia hancur berkeping-keping melalui skenario adu domba. "Kita sesama anak bangsa jangan mau diobok-obok," ucapnya.
Oleh karenan itu, Danrem Ruruh menuntut peran seluruh komponen masyarakat bangsa Indonesia untuk mampu bertindak sebagai filter dan penyejuk untuk mencegah meluasnya isu-isu negatif dan menyesatkan yang berkembang di lingkungan masyarakat.
Dandim Simeulue Letkol Kav. Muhammad Syarifuddin menegaskan bahwa insiden Tolikara tidak berdampak di Aceh. Namun, acara silaturahmi ini semata-mata untuk memupuk persatuan dan toleransi antarumat beragama di Aceh, khususnya di Simeulue.
Ia berharap nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika tetap membumi di setiap sanubari anak Indonesia, khususnya di Simeulue.
Sejalan dengan itu, Kapolres Simeulue AKPB Edi Bastari mengatakan bahwa insiden di Tolikara sebuah tindakan yang melukai hati umat Islam dan melawan hukum. Namun, semua itu agar disikapi dengan lapang dada dan kepala dingin, tidak harus emosi dan balas dendam.
Peran FKUB
Harmonisnya kerukunan antarumat beragama di Aceh, menurut Bupati Aceh Tengah Nasaruddin, karena peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sangat efektif untuk mengantisipasi potensi munculnya keributan atau suasana yang tidak nyaman antarumat beragama.
Ia berharap FKUB terus menjadi saluran aspirasi bagi setiap pemeluk agama agar dapat beribadah dengan nyaman sesuai dengan keyakinan masing-masing.
"Peristiwa di Papua itu tidak kita inginkan terjadi di Aceh Tengah maupun wilayah Indonesia lainnya," katanya.
Ia berharap FKUB lebih intens untuk mengantisipasi terhadap kondisi yang berkembang.
Wakil Bupati Simeulue Hasrul Edyar menyatakan bahwa pelaku insiden di Tolikara adalah orang-orang biadab.
Untuk itu, dia meminta pemerintah untuk mengusut tuntas dan menghukum para pelaku serta membuka masalah tersebut secara terang kepada publik.
"Pelakunya harus dihukum berat. Kami mengingatkan umat Islam agar bersatu dan turut merasakan penderitaan Muslim di Tolikara," ujarnya.
Perwakilan jemaat Protestan Simeulue Anderson menyesalkan peristiwa Tolikara. Dia berharap tetap bisa berdampingan dengan umat Islam di pulau itu dan kerukunan antarumat bergama bisa terus terjalin dengan baik.