Lhokseumawe (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Aceh Utara melakukan tindakan cegah dan tangkal (cekal) keluar negeri terhadap lima orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan monumen Islam Samudera Pasai.
"Keputusan pencekalan para tersangka untuk mempermudah proses penyidikan dalam rangka pemeriksaan guna menggali informasi terkait perkara dugaan korupsi monumen tersebut," kata Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara Diah Ayu H.L Iswara Akbari di Aceh Utara, Selasa.
Selain pencekalan, kata Diah Ayu, pihaknya juga telah melakukan pelacakan aset para tersangka untuk dilakukan penyitaan.
"Artinya, kejaksaan sangat serius dalam menangani kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan monumen dengan nilai anggaran yang besar mencapai Rp49,1 miliar itu," katanya.
Adapun kelima tersangka tersebut yakni berinisial F selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), N selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), P selaku pengawas proyek serta T dan R masing-masing selaku rekanan.
Diah Ayu menambahkan sesuai petunjuk pimpinan pada saat monitoring dan evaluasi bahwa pihaknya sudah menunjuk tim auditor selain BPKP Aceh untuk melakukan audit kerugian negara.
"Kami pahami, mungkin BPKP sedang sibuk, sehingga atas petunjuk pimpinan, makan akan mencari auditor lainnya. Apalagi kasus ini sudah berlarut hingga satu tahun, namun belum bisa diaudit BPKP karena alasan kurangnya dokumen," katanya.
Diah Ayu menyebutkan, tim auditor yang ditunjuk oleh kejaksaan nantinya akan melakukan audit kerugian negara pada proyek pembangunan monumen Samudera Pasai pada bulan depan.
"Bulan depan sudah diaudit. Pada dasarnya kita hanya tinggal menunggu hasil audit saja. Jika hasil audit terdapat kerugian negara, maka kasus ini akan dinaikkan ke pengadilan," katanya.
Diah Ayu menyebutkan, pihaknya telah mendatangkan tim ahli teknik sipil dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengecek kondisi bangunan megah Monumen Samudera Pasai dan diketahui hasilnya terindikasi adanya dugaan korupsi.
Rekomendasi dari tim ahli bahwa konstruksi bangunan tersebut rawan roboh dan perlu dilakukan perbaikan karena hasil pengerjaan dilakukan tidak sesuai spesifikasi.
"Kepada pihak yang melakukan perbuatan melawan hukum, kami minta pertanggungjawabannya secara pidana. Setiap kasus yang kami tangani diawasi oleh KPK dan juga kita melaporkannya ke lembaga tersebut," tutup Diah Ayu.