Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan perempuan turut berperan dalam transisi energi baru, termasuk di sektor transportasi seperti akselerasi kendaraan listrik (EV).
"Peningkatan perempuan dalam hal penggunaan (transportasi) cukup tajam. Bukan hanya sebagai penumpang, namun juga pengemudi. Di sisi lain, tidak ada hal yang tidak bisa perempuan lakukan, baik dari sisi keterlibatan hingga inovasi di sektor transportasi yang lebih bersih seperti kendaraan listrik ini. Perempuan, ketika diberikan kesempatan, pasti bisa melakukannya," kata Menteri PPPA usai menghadiri seminar di gelaran Indonesia Electric Motor Show (IEMS) 2022 di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, Menteri Bintang mengatakan dirinya mengapresiasi upaya semua pihak, baik dari pemerintah, masyarakat, dan swasta untuk bekerja sama mempercepat transisi energi baru terbarukan seperti elektrifikasi di Indonesia.
"Ini (peralihan dari kendaraan berbahan bakar fosil ke listrik) adalah sebuah kebutuhan untuk memerangi pemanasan global, mengingat sektor transportasi merupakan penyumbang terbesar kedua dari emisi karbon setelah perindustrian," ujar dia.
Menambahkan, Profesor Riset Bidang Teknologi Proses Elektrokimia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Eniya Listiani Dewi berharap, perempuan dapat semakin lebih dilibatkan dalam dunia sains dan teknologi (saintek).
Kepada ANTARA, ia memaparkan bahwa jumlah perempuan Indonesia yang lulus sebagai seorang sarjana mencapai angka lebih dari 55 persen.
Pada 2020, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mencatat jumlah mahasiswa di perguruan tinggi negeri (PTN) dari akademi sampai universitas negeri mencapai 2.925.712 orang -- dimana jumlah mahasiswa perempuan lebih banyak bila dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki.
Dari data Statistik Perguruan Tinggi 2019 juga menunjukkan bahwa jumlah mahasiswi di PTN mencapai 1.561.326 orang, sedangkan laki-laki sebanyak 1.364.386 orang.
"Angka perempuan Indonesia yang lulus sarjana itu lebih dari 55 persen. Namun, angka itu langsung drop saat mereka bekerja, utamanya di kategori saintek. Perempuan yang bekerja di saintek hanya mencapai kurang lebih 19 persen," papar Eniya.
Di BRIN sendiri, ia mengungkapkan bahwa dari 14 ribu lebih pegawai, 35 persen dari periset di badan tersebut adalah perempuan.
Namun, ia melihat peran perempuan di bidang saintek akan terus membaik. Hal ini didorong dengan metode bekerja yang lebih fleksibel seperti dari rumah, dan akses yang semakin luas untuk belajar soal teknologi hingga analisa data.
"Itu bisa menjadi trigger bahwa ke depan, perempuan bisa menguasai dan terjun ke dunia saintek. Mengingat, ke depannya, pekerjaan yang dibutuhkan adalah analis data dan kesehatan," kata Eniya.
"Kita tentu ingin nilai perempuan di saintek atau STEAM (Science, Technonlogy, Engineering, Arts, and Maths) semakin naik, dan perempuan harus dihadirkan di dunia teknologi," ujarnya menambahkan
Perempuan ikut berperan dalam transisi energi baru
Jumat, 30 September 2022 14:05 WIB