Jakarta (ANTARA) - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan pentingnya pemanfaatan data pemilik manfaat dan pencatatan pemilik manfaat (beneficial ownership) guna mencegah praktik pencucian uang.
"Upaya pengawasan pemilik manfaat dan pencatatan pemilik manfaat (Beneficial Ownership) yang dilaksanakan Indonesia merupakan bagian dari skema pencegahan pencucian uang dan terrorist financing yang sesuai dengan standar internasional," kata Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly di Jakarta, Rabu.Hal tersebut disampaikan Yasonna dalam kegiatan penandatanganan komitmen pelaksanaan aksi pencegahan korupsi 2023-2024 di Gedung Juang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yasonna mengatakan kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2018 tentang penerapan prinsip mengenali pemilik manfaat dari korporasi, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme.
Adapun pengawasan dan pencatatan beneficial ownership memiliki empat fungsi utama yaitu identifikasi, transparansi, proteksi, dan fungsi leverage.
"Kami berusaha memastikan Indonesia memiliki sistem pengawasan serta pencatatan beneficial ownership yang komprehensif, efisien, akurat, memenuhi standar internasional," ujar dia.Termasuk efektif sebagai salah satu unsur penegakan hukum sehingga dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat, pelaku usaha dan investor, ucap Yasonna.
Pemanfaatan data pemilik manfaat dan pencatatan pemilik manfaat merupakan salah satu aksi dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Seluruh korporasi didorong memanfaatkan data beneficial ownership sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi, pencegahan terjadinya pencucian uang dan atau penyembunyian kekayaan.