Banda Aceh (ANTARA) - Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh meminta pemerintah tidak meratakan sisa bangunan situs Rumoh Geudong pasca kick off penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non yudisial oleh Presiden 27 Juni mendatang.
Ketua KKR Aceh Mastur Yahya, di Banda Aceh, Minggu, mengatakan pihaknya sudah menemui tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (TPPHAM), dan mengusulkan agar dibuatnya berita acara oleh pemerintah setempat, panitia, dan TPPHAM bahwa sisa Rumoh Geudong tidak diratakan.
"KKR meminta agar dijamin bahwa pasca acara kick-off tidak diratakan. Kami mengusulkan agar ada berita acara yang dibuat yang menyatakan bahwa sisa Rumoh Geudong tidak diratakan," kata Mastur Yahya.
Baca juga: Soal situs Rumoh Geudong, Ketua DPRK minta Pemkab libatkan semua pihak
Mastur menyebutkan, pertemuan pihaknya dengan TPPHAM itu dihadiri Sesmenko Polhukam Ifdal Kasim, putra Aceh asal Tapaktuan yang pernah menjabat sebagai Ketua Komnas HAM pada 2007-2012 silam yang juga bagian dari TPPHAM dan Suparman Marzuki, Mantan Ketua Komisi Yudisial RI (2013-2015).
Dari pertemuan itu, kata Mastur, TPPHAM menyambut ide pembuatan berita acara sebagai jaminan agar tidak diratakan sisa bangunan Rumoh Geudong pasca kick-off nantinya.
"Mereka menyambut baik, setuju, dan sepakat tidak resisten dengan ide yang disampaikan," ujarnya.
Dalam kesempatan ini, Mastur juga menanggapi kabar bahwa sisa Rumoh Geudong telah diratakan. Mastur membantah dan menyatakan sisa bangunan bersejarah tersebut belum diratakan hanya ditutup untuk prosesi seremonial kick-off saja.
"Belum diratakan, sumur masih ada, tangga dan dinding masih ada. Harus dipahami bahwa Rumoh Geudong itu memang tidak utuh lagi sejak dulu yang tinggal tangga, sumur, dan bongkahan dinding," katanya.
Mastur menyarankan agar camp penyiksaan terhadap masyarakat Aceh selama masa konflik Aceh 1989-1998 di Desa Bili, Kemukiman Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie yang diwacanakan akan dibangun masjid itu harus atas persetujuan pemangku hak, yakni korban.
"Di Desa Bilie itu ada kepala desa, tuha peut, tokoh masyarakat, ulama, dan warga di sana harus diajak," ujarnya.
Dirinya berharap, bangunan yang akan dibangun di lokasi Rumoh Geudong nantinya juga tidak menghilangkan jejak sejarah dan bukti pelanggaran HAM masa lalu.
"Persoalan apakah ingin dibangun museum atau taman kehidupan (living park), dan tugu memorial silakan dimusyawarahkan dan yang penting bisa dirawat," demikian Mastur.
Baca juga: Jelang kedatangan Presiden Jokowi ke Aceh, Rumoh Geudong di Pidie diratakan